Hari Senin pagi kemarin, tanggal 20 Februari, saya mengikuti sesi sharing dari kelas Bubby. Pematerinya Mbak Vidya Permadi Putri, beliau merupakan Holistic Healing & Nutrition Practitioner, Certified GAPS, dan Nutritional Protocol Coach. Saya pribadi, mengikuti kelas-kelas lengkap beliau di Wholistic Goodness.
Sharing kali ini dimulai dari studi kasus, tentang problematika di kalangan ibu-ibu, mayoritas memiliki fenomena pagi yang sering kali membuat ibu mengomel. Sebenarnya sebabnya itu apa? dan solusinya apa?
Mari kita uraikan satu per satu.
Sebab ibu-ibu nge’reog’ atau nge-rombeng
- karena biasanya pagi itu waktunya sempit.
- biasanya udah numpuk beberapa hal yang (seharusnya) udah dikerjakan, tapi waktunya sebentar.
- ada pihak-pihak lain yang dianggap tidak kooperatif.
- karena merasa biasanya kurang support (perlu support system).
- ada kaitan juga dengan bagasi batin dan emosi.
- adanya post partum yang tidak selesai.
- kebutuhan akan kontrol yang besar, ingin mengontrol segala sesuatunya sesuai kehendak dirinya.
Ke-‘reog’an Menurut Ilmu Kesehatan Holistik
Salah satu yang mempengaruhi kenapa orang bisa ‘burn out’, meledak di pagi hari adalah dia punya kebutuhan akan kontrol yang besar tapi dia kehilangan hal tersebut.
Jadi, ketika orang itu mengharapkan untuk memiliki kontrol yang besar atau segala sesuatu (ingin) dia bisa kontrol, ini dan itu, lalu dia tidak berhasil mengontrol situasi. Misalnya mengontrol pagi harinya, maka dia akan mulai meledak. Dan itulah memang biasanyayang menjadi triggernya ibu-ibu ini meleduk.
Selain itu, dia biasanya punya ekspektasi terhadap dirinya dan juga terhadap anggota keluarganya yang lain.
Kalau dari sudut pandang ilmu kesehatan holistik, keledukan-keledukan itu atau kemarahan itu merupakan sebuah petunjuk bahwa ada batasan yang dilanggar. Ketika ada batasan kita yang hilang maka kita akan marah.
Nah, permasalahannya kalau marah kita itu terjadi berkali-kali, apalagi kalau setiap hari, apalagi kalau setiap pagi, maka di situ ada satu petunjuk. Artinya kemarahan itu tidak berhasil menjalankan fungsinya.
Untuk mempertahankan batasan sehat tersebut, tiap-tiap kali batasannya kita dilanggar setiap hari, marah setiap hari. Lalu, pertanyaannya adalah ‘Siapa yang punya batasan itu?’
Kalau jawabannya itu adalah batasan kita dan batasan itu terus-menerus terlanggar setiap hari, maka pertanyaannya adalah ‘Sudahkah kita menjaga batasan itu?’.
Akar Masalah Dilihat dari Ilmu Kesehatan Holistik
Pada dasarnya, setiap orang itu tidak akan bisa melanggar batasan kita, apabila kita tidak izinkan. Dan terkait dengan hal itu (gampangnya batasan dilanggar) sebab akarnya itu dari kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Dari sudut pandang ilmu kesehatan holistik, tubuh manusia tidak hanya dilihat dar isisi fisik saja. Tapi, selain tubuh fisik, juga ada tubuh yang lebih halus yaitu tubuh energinya, tubuh emosinya, tubuh mental dan tubuh spiritual. Nah, semua tubuh itu punya kebutuhan, artinya ada asupannya.
Nah, ketika tubuh kita itu tidak cukup menerima apa yang jadi kebutuhannya, tidak cukup menerima yang menjadi asupannya. Maka, dia akan mengalami kemarahan itu.
Jadi, pertanyaan untuk ibu-ibu hari ini, untuk kita adalah ‘Sudahkah kebutuhan kita itu terpenuhi atau belum?’
Itulah pertanyaan yang paling perlu ditanyakan kalau hari ini marah, jika pagi kita marah, cek kebutuhan kita.
- Kebutuhan dasar tidur kita bagaimana?
- Bagaimana makanannya, nutrisinya, terpenuhi atau tidak?
Karena sering banget kita jumpai, sejenis dogma atau persepsi, kalau ibu-ibu ini memenuhi kebutuhannya sendiri, maka akhirnya ada satu ganjalan besar dimana ketika ibu berusaha memenuhi kebutuhannya dia akan merasa dirinya egois. Atau dirinya jadi merasa bersalah, akhirnya dia terhenti dari memenuhi kebutuhannya.
Sementara, di satu sisi, ketika dia kebutuhannya tidak terpenuhi, dia akhirnya meledak. Begitu seterusnya, bolak-balik meledak. Karena itu udah pasti adalah ibu yang kebutuhannya belum terpenuhi gitu.
Faktanya, kita nggak pernah bisa mengharapkan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan kita karena hari ini, kita semua sudah menjadi wanita dewasa. Yang mana kita punya tanggung jawab untuk memenuhi apa yang jadi kebutuhan kita. Kita bukan anak kecil.
Maka, kita nggak bisa jadi ‘mengkambinghitamkan’ eksternal, misal nih ‘aku tuh marah gara-gara anak, aku jadi kesel gara-gara suamiku, mereka nggak kooperatif. Atau, ‘aku tuh marah-marah karena telat dibanguninnya’. Karena sebenarnya, kalaupun memang faktanya telat bangun keluarganya, kalau memang faktanya suaminya misalnya enggak bisa bekerjasama dengan baik tapi ibu jadi marah dan tidak marah, itu bukan ditentukan oleh pihak luar tapi oleh diri kita sendiri.
Marah itu hanya terjadi kalau batasan kita dihambat dan kalau batasan kita terlanggar, artinya kita yang mengizinkan pihak lain untuk melanggar apa yang menjadi batasan kita. Dan bahkan kadang-kadang, kebanyakan perempuan itu enggak tahu batasannya itu bagaimana.
Istilahnya, kita sendiri lah yang menyebabkan apa yang memberikan peluang atau memberikan kesempatan kepada pihak lain, untuk melanggar batasan kita.
Instropeksi : Tanya Kebutuhan Diri Sejati
Insyaallah bagi muslimah yang kita paham bahwa kita enggak akan mungkin terkena sesuatu ‘ketidaknyamanan’ atau ‘kekesalan’ sebab itu adalah karena kesalahan dan dosa kita sendiri.
Jadi, jika selama kita masih bilang ‘saya tuh marah-marah pagi-pagi gara-gara anak, gara-gara suami, gara-gara hewan peliharaan, atau gara-gara mbak, atau gara-gara suster, atau gara-gara tetangga, atau gara-gara siapapun’. Yaa kita enggak akan selesai-selesai. Ini akan terus terjadi karena memang bukan itu solusinya bukan itu jawabannya.
Kita marah-marah itu akibat dari :
- tidak menjaga batasan kita.
- kita marah-marah karena kita tidak berhasil memenuhi apa yang jadi kebutuhan diri atau bahkan kadang-kadang ternyata kita sendiri lah yang mengabaikan kebutuhan diri.
Kalau ada yang ngerasa mendapati dirinya begitu, kalau pagi-pagi kok rombeng, pagi-paginya nge-reog, semua akarnya dari sebuah kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Maka, masing-masing diri kita, setiap harinya itu sesungguhnya bisa selalu berusaha introspeksi diri. Bukan untuk mencari apa salahku – karena ibu-ibu tuh sering kayak gitu, ‘Apa sih salahku’ . Atau ngomong ke anak, kayak ‘apa salah ibu sama kamu Nak? sampai saat ini aja kamu susah banget bla bla bla..’ jangan gitu ya.
Jangan biasakan diri untuk mencari siapa yang salah, yaaa mungkin karena zaman dulunya kita tuh biasanya yang namanya introspeksi diri adalah mencari siapa yang salah dan harus ada yang salah dari setiap keadaan.
Akan tetapi ketika kita melihat dari sudut pandang yang lebih holistik, enggak harus ada yang salah, bahkan kadang-kadang tuh enggak ada yang salah sama sekali. Itu bukan kadang-kadang, sering kali sebenarnya tuh enggak ada yang salah sama sekali. Itu semua ketika ada ketidaknyamanan itu terjadi, itulah merupakan petunjuk bahwa ada hal yang bisa diperbaiki.
Maka, ketika kita mendapati diri kayak gitu, kita introspeksi dengan cara menanyakan kedalam diri : apa ya kebutuhanku yang tidak terpenuhi?
Kebutuhan Diri VS Memenuhi Kebutuhan Orang Lain
Pertanyaan : kadang suka kepikiran, tentang kebutuhan kita, bakal Allah penuhi, jika kita penuhi kebutuhan orang lain dulu?
Jawaban : bisa jadi iya, tapi maksudnya gini, tubuh kita punya hak. Jangan lupa, ini ada kisah sahabat yang salat malam terus sampai dilarang sama Rasulullah. Dan diingetin kalau istrimu punya hak atas kamu, anakmu punya hak atas kamu, dan tubuhmu juga punya hak atas kamu.
Ya benar memang ketika kita membantu memudahkan urusan orang lain itu banyak keutamaannya dan Insyaallah dengan sebab kita menolong orang lain, mudah-mudahan itu bisa jadi sebab Allah menolong kita. Tapi tubuh kita juga punya hak. Padahal para sahabat adalah orang-orang yang memahami syariat, sampai menegur orang yang berlebih-lebihan dan tidak memperhatikan kebutuhan dirinya.
Atau malah ini sebenarnya kita bersembunyi atau karena itu yang penting buat kita? itu yang familiar buat kita? karena kita terlalu terbiasa mendahulukan orang lain daripada diri sendiri. Hanya karena satu pembenaran saja, bisa membenarkan hal tersebut.
Kalau masih merasa burn out di pagi hari, coba cek :
- nutrisi kita kurang enggak? udah sarapan belum?
- istirahatnya gimana? tidur kita gimana?
- sudah cukup belum kita memberikan ruang untuk diri kita?
Kita perlu ruang untuk reconnect sama diri kita sendiri, sama pencipta kita. Jadi kita tuh butuh ruang untuk melakukan ibadah.
Ibadah itu apa?
Ibadah itu kan sebenarnya kesempatan kita reconnect sama Allah. Artinya kita diberikan batasan, sampai batas mana sih kita bisa ngerjain kehidupan dunia ini? sampai batas tertentu kita disuruh istirahat dulu, stop dulu dunianya, kita salat dulu setidaknya sehari 5 kali. Kita memang dianjurkan ibadah, baik itu berzikir maupun salat sunnah, ditentukan waktu-waktu tertentu itu salah satunya adalah juga untuk manfaatnya memberi ruang kepada diri kita.
Sejatinya Tidak Ada yang Perlu Dikontrol
Pertanyaan : “Jika ingin mengontrol, bagaimana?”
Jawaban : Kita berusaha untuk kontrol emosi, untuk kontrol diri, apa yang mau dikontrol sebenarnya? Dan enggak ada yang perlu dikontrol sebenarnya, itu semua yang ada di dunia ini enggak perlu dikontrol. Karena kita enggak bisa itu. Apakah kita perlu ngontrol matahari? kapan keluar? Kapan air laut akan jadi pasang, kapan dia surut, enggak ada yang perlu dikontrol selama semua itu bisa berjalan sesuai dengan ritmenya.
Dan ritme itu adalah tentang batasan.
Kalau kita mau lihat, matahari itu ada batasnya, dia bersinar udah ada batasnya sampai titik mana. Dan dia akan mulai turun dan dia akan berganti dengan bulan dan lain sebagainya. Begitu juga malam, sama siang itu datang ada batasnya.
Kenapa enggak malam terus? kenapa enggak siang terus? ini termasuk hikmahnya ada malam karena untuk kita beristirahat. Termasuk tadi yang kisah sahabat itu yang beliau tuh habis-habiskan waktu untuk terus salat malam dan ibadahnya berlebihan sampai melalaikan hak-hak tubuhnya, dia melampaui batas. Dan kita sebenarnya sering diingatkan Quran berkali-kali, ‘janganlah kalian melampaui batas’.
Syariat = Batasan = Keberuntungan Kita
Jadi, segala sesuatunya ada batasnya, sampai batas mana kita harus memenuhi makan, dan memang jika berlebihan akan mengeraskan hati. Semua ini tentang batas (boundaries) dan syariat itu adalah semua tentang batasan.
Beruntungnya kita sebagai Muslim adalah karena kita banyak banget -walaupun kita sekalipun enggak tahu, walaupun kita enggak ngerti sama batasan diri- tapi segala hal yang bisa memberikan kebaikan dalam hidup kita itu sama Allah disediakan sebatas-batasnya. Termasuk batas cara penggunaan waktu dalam hidup kita 24 jam sehari-hari.
Makanya kita tuh sebenarnya beruntung mendapati diri kita dalam keadaan beriman kepada Allah. Karena termasuk diantara konsekuensi dari beriman pada Allah adalah kita juga jadinya patuh terhadap syariat-Nya. Dan syariat itu semua tentang batasan.
Ketika Telat bangun
Pertanyaan : “Ketika anggota keluarga pada telat bangun, apakah itu menunjukkan waktu tidur gitu, juga salah satu tanda kalau ini waktu tidurnya tuh sebenarnya tidak cukup?”
Jawaban : Bisa jadi banget, jadi gini ya, keseimbangannya kalau misalnya bangun telat bangun, telat itu berarti kan juga ada sebuah ketidakseimbangan. Di situ ya mungkin kita tidurnya terlalu larut malam. Atau mungkin enggak terlalu larut malam, tetapi siapa yang masih ngeliatin gadget setelah matahari terbenam?
Tapi kita kadang-kadang ini, karena saya tuh enggak ada yang bantuin. Jadi biar anaknya diam, dikasih gadget. Yaa, iya hatinya diam, tapi kalau dia dikasih kena paparan sinar Blue Light dari si gadget itu, ya akhirnya fungsi di dalam tubuhnya dia jadi berantakan. Jadi, yang ada di otaknya itu mengiranya sekarang masih siang karena matanya masih dapat asupan cahaya. Dan ketika itu terjadi, dia akan kesulitan tidur cepat. Dan dia akan kesulitan bangun pagi.
Bisa juga kita lihat soal telat bangun sebab ada faktor dari makanan. Ketika kita kurang masukin makanan yang baik, kita banyak masukin makanan-makanan yang kurang baik, itu akan mengganggu kesehatan pencernaan kita. Dan salah satu efek dari ketika kesehatan pencernaan terganggu itu adalah di jam-jam tertentu kisaran jam 11 malam sampai jam 1 pagi dan jam 1 sampai jam 3 pagi itu sering kebangun malam. Jadi kalau asupannya kurang baik, ketika kita mau punya malam hari yang mulus, kita harus memperhatikan hak-hak tubuh kita, hak-hak diri kita di siang harinya. Karena nyatanya malam yang terpenuhi haknya, itu juga akan memberikan hak untuk kita dengan baik.
Pertanyaan : Jadi, kalau tidurnya tuh udah 8 jam tapi tetap merasa kurang, pagi harinya masih berat untuk bangunnya?
Jawaban : Gampang ! Cek nutrisinya gimana?
Kalau ngantuk terus? itu bukan sekedar kurang tidur, mungkin iya kurang tidur. Tapi selain tidur, yang paling penting kebutuhan kita itu adalah soal nutrisi. Apalagi kita ibu-ibu yang udah pada melahirkan, apalagi kalau yang lagi masih nyusuin.
- Ketika kita kurang nutrisi, misalnya kurang mineral aja itu bikin badan kita rasa lelah terus. Jadi, bangun tidur pun rasanya capek dan bawaannya ngantuk.
- Untuk ibu menyusui atau lagi hamil, terus merasa ngantuk banget di jam 9 hingga jam 11.00 pagi, itu insya Allah karena energi limpanya lemah. Insya Allah kita bahasnya di hari Jumat besok. Karena memang ketika kita lagi hamil dan menyusui, organ limpa kita bekerja keras . Walau memang ada tendensi kalau lagi hamil terutamanya di awal di minggu-minggu ke-16 sampai minggu ke-24 itu mungkin agak cenderung lebih ngantuk, memang ada waktu-waktu dengan kecenderungan tersebut. Tapi kalau ngantuk terus setiap hari, berarti ada yang enggak terpenuhi nutrisinya.
- Itu baru dari nutrisi, pertanyaan berikutnya ‘kalau emang yang ngantuk terus, aku kayak capek terus bagaimana?’
Jawabannya, lalu bagaimana dengan overthinkingnya? Bagaimana dengan rasa ketakutan-ketakutannya? dipelihara terus enggak? dikasih pembenaran terus enggak? - Untuk membangun badannya itu, lalu nutrisinya gimana? Ceknya pakai pertanyaan aja dulu, ‘mineral gimana? asupan sayurnya gimana? Apakah minum meat stock atau bone broth enggak? karena asupan mineral itu penting banget. Jadi ya kita juga enggak fair kalau kita enggak memelihara asupan kita, enggak menunaikan hak-hak nutrisi tubuh kita. Terus kita berharap gitu kalau diri kita bisa tetap santun ceria?
Olahraga juga Penting
Lalu, olahraganya gimana bund?
Bagaimana mau mengharapkan kita bisa jadi ibu peri ya, misal pagi bisa ngomong dengan lembut tapi kita ke diri sendiri enggak bisa lembut?
Udahlah kalau capek, hajar aja! udahlah kalau lapar, entar aja makannya!
Jadi gimana ya? kayak kita cita-cita sih pengen lembut sama anak, pengen lembut sama suami, tapi kita sendiri enggak lembut sama diri kita sendiri?
Kita kayak berusaha merawat suami, merawat anak, berusaha memenuhi kebutuhan mereka tapi kita enggak merawat diri kita, enggak memenuhi kebutuhan-kebutuhan lkita.
Jadi, keluhan ibu-ibu biasanya capek banget ya, jadi olahraga sekalian beberes. What? kalau ngerjain pekerjaan rumah tangga itu sama enggak dengan olahraga?
Tidak sama, tidak sama sekali.
Kadang tuh ibu-ibu merasa olahraga karena udah menyelesaikan pekerjaan domestiknya, nyapu, ngepel. padahal itu beda banget dengan olahraga.
Olahraga itu memberikan stress pada badan kita dan melatih kepada otot kita, sistem metabolisme kita untuk dia bisa kayak dapat stress yang tepat dan dia menjadi produktif. Dan olahraga itu terstruktur, teralokasikan batasnya. Jadi, jelas batasannya. Kita ada gerakan tertentu, dan ada waktunya kita pendinginan, mencapai puncak, batas selesai.
Nah, kalau ngepel kalau nyapu ditambah pikiran-pikiran yang memberatkan ya artinya kita lagi memberikan untuk diri kita ‘giving out’.
Alasan Bisa Ada Kalau Diadakan
Kita berharap kita bisa giving out tapi kita enggak peduli sama diri kita sendiri, dan waktu energi kita habis, maka kita meleduk di pagi hari. Ketika waktu habis, kita marah-marah.
Kalau kita ingin beralasan untuk memenuhi kebutuhan diri, ya pasti banyak banget alasannya. Misal, nggak ada waktu.
Termasuk alasan setelah melahirkan secara caesar, jadi takut olahraga?
Yaa, enggak bisa dong. Jadi begini, semakin takut, karena apa? Karena kita tuh sebenarnya enggak benar-benar tahu atas ketakutan itu. Kita tuh takut akan sesuatu yang kita tidak ketahui, maka harus kita ketahui, perlu tau, belajar, biar enggak takut terus, karena enggak ada ilmunya.
Karena belum paham makanya harus paham, karena kita yang punya badan.
Kalau kita paham badan kita habis di Caesar harusnya kita paham apa yang jadi kebutuhan orang pasca Caesar. Orang yang habis caesar justru lebih butuh lagi untuk berolahraga daripada yang lahiran normal. Tapi olahraganya seperti apa, kapan dia bisa mulai berolahraga (biasanya kalau setelah sesar itu 8 sampai 10 minggu, pas dia udah dinyatakan oke oleh dokternya). Maka, mulai untuk berolahraga carilah pelatih-pelatih yang memang punya sertifikasi atau kompetensi untuk merawat atau untuk melatih ibu-ibu post partum. Jadi, mereka udah terbiasa tahu kebutuhan yang habis lahiran normal gimana, yang habis lahiran caesar gimana.
Olahraga Selaras dengan Metabolisme Tubuh Kita
Bergerak ini menjadi satu kebutuhan dasar setiap orang. Kalau enggak gerak, enggak olahraga, metabolisme enggak lancar. Termasuk metabolisme emosinya juga enggak lancar.
Alasan lagi tidak olahraga apa? Misal, anak enggak bisa dititipin nih ya. Kenapa anak harus dititipin?
Kalau enggak dititipin, kita gelar apapun itu. Misalkan kita punya mat buat olahraga, ya udah anaknya biarin aja di sebelah kita. Jadi, enggak ada alasan buat enggak olahraga karena itu kebutuhan.
Jadi kalau kita enggak gerak, enggak olahraga ya lumayan. Gimana kita mau sehat kalau beralasan?
Alasan akan selalu ada selama kita mau beralasan, yang enggak ada juga, bisa ada-adain alasannya. Tapi yaitu pilih saja, mau tetap beralasan atau kita mau benar-benar melakukan sesuatu yang bermanfaat buat diri kita sendiri.
Atau mau alasan ingin mendahulukan orang lain , maungurusin orang lain tapi kalau kita enggak mau ngurusin diri kita sendiri, untuk sama diri kita itu sendiri kita banyak alasan lagi. ya gimana?
Untuk ibu bekerja, cukup olahraga sesuai kemampuan, jam 7 pagi, hanya 15-30 menit saja udah oke.
Asupan Tubuh Spiritual Penting di Pagi Hari
saat bangun pagi, perhatikan juga asupan spiritual kita di pagi itu. Sudah penuh atau belum ya kita?
Alhamdulillah ibu-ibu muslimah, yang mana kita punya syariat bangun tidur aja baca doa, habis itu kita disuruh ambil wudhu, habis itu kita disuruh salat qobliyah, habis itu salat subuh, habis itu kita ada syariat-syariat lainnya. Bisa ngaji, baca Quran, dzikir karena ulama juga berkata bahwa mereka itu dzikir pagi. Mereka duduk berzikir kepada Allah di pagi hari itu karena itu bentuk, cara dia mendapatkan kekuatan-Nya. Kalau enggak begini, enggak akan kuat.
Ritme Pagi Muslimah a la Mbak Vidya
“Beres tuh ritual pagi saya, saya jam 07.00 udah bisa tuh misalnya berolahraga. Dan olahraga itu kan kita nggak perlu terlalu lama. Kalau emang cuman butuh waktunya setengah jam ya udah kita setengah jam aja, kalau kita punyanya cuman 15 menit ya udah nggak papa 15 menit gitu. Dan Olahraga itu enggak setiap hari, setidaknya 2 hari sekali. Jadi, hari ini kita olahraga exercise day, besoknya kita enggak sampai dua hari lagi.”
Karena semua tuh tentang ritme dan semua tentang batasan, dan olahraga enggak perlu sampai kita habis-habisan habis, lalu kram, linu. Terpenting sesuai kebutuhan karena kebutuhan tubuh masing-masing berbeda.
Pertanyaan : Mbak kalau enggak tahu porsi olahraganya gimana?
Jawaban : Ya, kita enggak akan bisa tahu enggak sih kalau kitanya enggak mencoba dulu. kalau kita enggak pernah mau memulai mencoba dulu, tidak akan tahu. Jadi, kita memang harus kayak menemukan olahraga apa yang cocok ya kita memang harus mau meluangkan waktu. Meluangkan kesempatan untuk mengenal diri kita.
Kalau misal ‘Aduh mbak sibuk, ribet!’
Ya udah enggak apa-apa sih kalau ngerasa sibuk, ribet tapi ini kitanya merasa harus kenal sama kebutuhan anak. Lantas, bagaimana cara mengenali kebutuhan anak, lantas ingin memahami bakatnya anak, memahami kekuatannya mereka dan memberi pemahaman kepada mereka? Lah orang kita aja enggak mau bersama memahami bagian dari diri kita sendiri?
Ketika Lagi Haidh
Kita masih punya ritme dengan zikir pagi petang karena itu tetap bisa dilakukan. Dan olahraga saat haidh tentu lebih ringan dibandingkan saat normal, misal fokus di olahraga yang lebih ke stretching, lebih ke grounding.
Meditasi Muslimah?
Mbak Vidya selalu sangat berhati-hati dalam setiap menyampaikan keilmuannya jika itu bukan dari ranahnya dan pemahaman syariat yang menjadi pondasi kita.
“Nah kalau Yoga, saya enggak berani ngomong apa-apa. Ada pihak yang mengatakan itu mubah, ada pihak yang berpendapat juga itu haram. Jadi untuk perhatian kehati-hatian masing-masing silakan untuk mempelajari sendiri cari dalilnya sendiri atau pilih yang cocok. Kalau perlu ya? kalau saya sih intinya gampangnya, istikhoroh saja.”
“Nah, kalau soal meditasi itu se pendek saya tahu, itu bukan bagian dari agama kita. Jadi, perlu berhati-hati dengan praktek meditasi juga. Karena untuk memfokuskan pikiran enggak perlu harus sampai meditasi. Kita berkontemplasi aja itu juga bisa memfokuskan pikiran.”
Faktor Eksternal : Kurang Support System
Pertanyaan : Tadi ada yang menyinggung faktor dari luar diri, misalnya merasa kurang support system. Nah apakah ini tuh ada faktor dari dalam diri juga yang kurang atau emang dari luar yang memang begitu sepenuhnya?
Jawaban : “Mbak kita di sini enak ya jawabnya karena kita Insyaallah satu akidah, kita sama-sama punya acuan selalu ke Alquran dan hadis. Kita sebagai muslim, jelas dikatakan bahwa kita tidak akan tertimpa kemalangan dan musibah melainkan karena dosa dan kesalahan diri kita sendiri.
Ada nggak bagian dijelaskan di Alquran, misal disebabkan kalau kurang support system? Enggak ada kan? Nah saya tuh sampai saking seringnya dapat keluhan ini Insyaallah nanti ada workshop ya, tapi ini sifatnya bukan sekedar kelas tapi beneran workshop untuk manajemen produktivitas ibu-ibu dan dibahas dari sisi ilmu kesehatan holistik dan juga nanti ada coach-nya gitu. Ada teman aku yang beliau bahkan single mother ya. Yang benar-benar bisa rapi banget.
Nah, pertanyaan aku, support system itu apa? support system itu tidak turun dari langit ya pastinya, dia itu di buat sama siapa? itu pertanyaan, ayo jawab.
Jadi ya, support system itu dibuat sama diri kita sendiri, kalau kita nggak tahu kebutuhan kita, kalau kita nggak tahu kebutuhan kita, bagaimana pihak lain bisa mensupport kita?
Semua yang ngeluh enggak punya support system, pertanyaanku : ‘udah tahu belum kebutuhannya apa? Apa yang perlu di support itu?’
Misal ya, kebutuhan masing-masing gantian jaga anak. Okelah jaga anak oke, kebutuhan ngerjain kerjaan rumah. Nah pertanyaannya, kita bisa ngerjain itu atau enggak? misalkan katakanlah aku bisa, tapi aku capek jaga anak misalnya. Oke berarti saya butuh di support untuk jaga anak.
Setelah bisa identifikasi kebutuhannya, yanglangkah berikutnya, yang terpenting ini adalah ‘Mampukah kita meminta tolong?’
Kadang masalah orang adalah :
- pertama, dia mengeluh enggak punya support system, tapi support apa? yang perlu di-support aja nggak tahu?
- dia udah tahu nih apa yang perlu di suppor, tapi dia tidak minta tolong karena kadang enggak enak mau minta tolong. jadi gimana dong? kalau enggak minta tolong ini?
- setelah sudah tahu kebutuhan apa, tapi kalau yang diminta tolong enggak mau, gimana?
Ya, enggak apa-apa dan itu haknya. Jadi, setiap ada orang yang minta tolong sama kita misal, kita juga punya hak untuk mengiyakan atau untuk menolak. Artinya apa? kita juga perlu sadar, orang yang kita minta tolong itu juga punya hak untuk bersedia menolong kita atau menolak.
Nah, kalau misalnya kita udah minta tolong terus gak bisa. Jadi pilihan lagi buat kita, pilihan buat kita untuk kita mau tetap minta tolong pada pihak yang sama, si pihak tersebut atau kita cari pertolongan lain. Kalau nggak berani minta tolong, biasanya karena enggak siap dengan resiko, banyak pengen dimengerti tapi enggak berani speak up.
Trauma
Kalaupun memang kita punya trauma, itu kan berarti artinya kita yang berkewajiban untuk memulihkan diri kita.
Misal yang di rumah sendiri, suami sudah berangkat kerja, oke, berarti apa? selain diri kita juga harus lihat suami juga. PoV (point of viewnya) misalnya kewajiban suami ya untuk berangkat kerja, berarti kita artinya apa? kalau misalnya kita enggak bisa minta tolong sama suami, berarti yang perlu kita lakukan adalah minta tolong sama selain suami. Misal, siapa? yang bisa kita mungkin ada kerabat atau keluarga yang bisa kita minta tolong, kalau nggak ada ya orang lain, harus mau cari lagi orang lain untuk nolongin kita. Misalnya dalam bentuk asisten rumah tangga atau Baby Sitter atau apapun.
Akan tetapi kan semua pilihan itu tuh ada konsekuensi dan resikonya masing-masing. Pilihlah mana yang kita bisa sanggup sama resikonya.
Idealis Tapi Perlu Realistis
Banyak juga ya ini, banyak juga terjadi ibu-ibu maunya idealis, enggak mau ditolong sama siapa-siapa. Padahal kita udah melebihi batas kemampuan kita, emang anak deket sama kita dalam kondisi kayak gimana? Hanya Dekat secara fisik tapi terus terluka? itu dekat nggak? itu deket yang kita mau kah? akhirnya kita cubitin anak, akhirnya kita bentak-bentak, anak deket seperti itu? hati-hati loh ini sesuatu yang saya perlu ingetin banget pada sesama wanita.
Banyak perempuan yang Ngotot banget, ngotot enggak mau pakai helper kalau memang karena dia mampu, untuk tidak perlu di help ya tidak perlu, enggak masalah dan itu bagus sekali. Tapi kalau misalnya ternyata kita udah udah sampai titik dimana itu udah di luar kemampuan kita dan kita tetap tidak mau menerima pertolongan itu, kekeh kenapa enggak mau pakai helper tuh kenapa?
Apakah itu cuman ego kita? atau kalau misalnya nih alasan kalau ada uang lebih mau pakai helper atau kadang-kadang saya enggak ada dana buat helper?
Misalnya dana gitu ya, apa yang bisa kita lakukan untuk itu? misalnya mungkin kita bisa memulai satu bisnis atau satu usaha dari rumah tidak meninggalkan anak. Dari situ kita paham bahwa harus ada yang kita lakukan, usaha, untuk mengubah keadaan kita.
Kalau kita cuman mau alasan terus ya enggak habis-habis dan anak kita keburu babak belur, sementara 0 sampai 7-8 tahunnya enggak terulang. Enggak selamanya mereka 0 sampai 7-8 tahun dan ternyata di waktu kehidupannya mereka habiskan sama siapa? sama versi diri kita yang mana? yang terpenuhi kebutuhannya? sehingga bisa membantu dia memenuhi kebutuhan dirinya atau sama diri kita yang terus-terusan tidak terpenuhi kebutuhannya? akhirnya untuk ketika kita berusaha memenuhi kebutuhan anak itu kita marah-marah, kita ungkit-ungkit kebaikan kita.
Terus, satu lagi soal olahraga. Kenapa tadi penting? Ya, karena akan selalu berbanding lurus sama stamina emosi kita badan. Ketika otot kita nggak kuat, karena ngangkat anak tuh pakai otot, nyebokin anak pakai otot, apalagi gendong anak sambil nyapu atau sambil bersih-bersih itu semua kita akan selalu berbanding lurus sama endurance emosi kita.
Saya bukannya apa-apa ya tapi salah satu alasan utama saya kenapa harus olahraga beban, apa misalnya agar badan tetap cihuy aduhai body aduhai gitu? ya bonus itu mah, tapi kalau alasan utama saya adalah supaya saya bisa gendong anak saya enggak pakai marah-marah, kamu ini udah gede berat. Karena memang kita tuh capek, terus sambil digendong, sambil nangis. Udah gitu, anak-anak usia tertentu gitu, bisa dorong-dorong badan kita.
Di dunia ini memang enggak ada yang harus, enggak mau olahraga ya enggak apa-apa. Tapi kalau emosi kita udah meledak-ledak karena stamina emosi kita rendah, ya gimana.
Janganlah kita menyalahkan anak, Ibu tuh capek Ibu marah gara-gara kamu. Emang bener marah gara-gara anaknya? atau marah karena kita capek? atau karena kita punya stamina rendah?
Jadi, penting kita tahu batasan diri sampai mana. Rasanya otot kurang nih, misal saya lemah kayak capekan banget, ngegendong gampang capek, ya olahraga.
Saya butuh dibantu, ya cari helper. Helper itu ada yang bayar, ada yang enggak bayar. Kalau misalkan benar-benar kita mentok kepada kondisi di mana enggak ada helper tidak berbayar, yang bisa kita andalkan dan itu harus berbayar, ya udah berarti ada satu kondisi kita ubah. Misalnya kondisi finansial yang harus kita ubah jadi kita berikhtiar.
Mungkin enggak bagi Allah enggak kasih Rizki, kalau kita tuh benar-benar berniat?
Ya Allah saya butuh rezeki entah lewat saya atau suami saya untuk menjaga anak yang engkau amanahkan kepada saya. Saya butuh.
Mungkin enggak kalau tiba-tiba kita jadi mampu bayar atau tiba-tiba kita jadi sehat dan punya kekuatan? bisa jadi, karena semua kekuatan fisik gitu juga dari Allah.
Ya karena memang ada gitu ya beda kisah, misalnya kayak waktu itu Asma binti Abu Bakar dia kecapekan dan dikasih helper sama Abu Bakar As Siddiq. Tapi di kasusnya Fatimah radhiyallahu anha dia butuh helper, sama Rasulullah dikasihnya zikir. Itu juga kalau kita lihat dari sudut pandang holistik, kekuatan qolbu kalau benar benar kuat ya, akan memberikan kekuatan pada tubuh fisik kita. Tapi ya kalau kekuatan qolbu yang rada-rada rendah, ya kita harus balik lagi ketahui kapasitas diri. Imbangi dengan kekuatan fisik.
Mungkin kita stamina kurang, tapi kita misalnya modelnya orang senang dagang. Atau bisa berkreasi ini itu untuk bisa bantu orang menghasilkan penghasilan. Jadi, jangan salahkan siapa-siapa lagi.
Atau ada alasan enggak mau pakai helper, soalnya takut enggak dekat sama anak. Tadi kan saya udah bilang ya, deket sama anak dalam kondisi gimana dulu? mau deket sama anak tapi anaknya dicubitin tiap hari, emang kayak gitu yang bakalan mendekatkan anak sama kita? Bukan berarti kita punya helper jadi enggak deket sama anak, salah, karena ini juga ini penyakit.
Penyakit kebanyakan ibu-ibu yang pakai helper, anaknya dikasih ke helper semua, sepenuhnya karena dalam hati “ya ngerasa saya udah ada helper ya udahlah kasihin aja”
Mbak Vidya berkata lagi, “saya sampai detik ini nih, ada suster saya, itu bayi saya bawa kemana-mana. Jadi bisa punya helper tapi tetap dekat sama anak, justru sangat bisa- ini bukan menggantikan diri kita, tapi mostly ngebantuin, just for help saja, bukan untuk menggantikan peran atau tanggung jawab. Walaupun saya punya helper, saya enggak pumping. Kenapa? biar setiap kali anaknya butuh, bisa balik lagi. Jadi, ini tentang bagaimana kita setting boundaries sama diri kita sendiri, sama orang lain.
Setting Priority
Hidup kita memang beda-beda tantangannya, beda-beda kondisinya. Tapi kalau kita mau berusaha, kita mau setting priority kita, mau nge-manage hidup kita, itu bisa.
By the way Jangan lupa kita suatu hari akan ditanya sama yang ngasih kita hidup, bagaimana hidup kita itu dihabiskan, dipakai buat apa hidup, karena mengeluh enggak ada tenaga. Misalnya enggak bisa ngurus anak, enggak bisa ngurus diri tapi ternyata waktu di Instagram banyak? ya hati-hati, ditanya kenapa masih bisa tahu siapa yang harus di KDRT, siapa yang habis bersengketa sama siapa, tapi mengaku tidak sempat mengurus diri, hati-hati ya. Siapa yang lagi viral tahu, berarti kan waktunya ada sebenarnya.
Intinya, kita bisa sangat mungkin menangani kereogan diri kita dengan belajar untuk bagaimana kita mau memaksimalkan kapasitas diri. Karena yang di luar kapasitif kapasitas diri kita, enggak perlu dikhawatirkan karena Allah enggak akan ngebebanin kita yang di luar kapasitas kita. Artinya apa? yang di luar kapasitas kita sudah benar-benar enggak usah kita pikirin. Tapi apa yang menimpa kita hari ini, itu berarti apa yang Allah timpakan kepada kita, berarti itu sebenarnya masih dalam kapasitas kita.
Hanya saja kalau hari ini kapasitas diri belum maksimal, yang kita tanyakan itu adalah diri kita. Apakah ada hak-hak diri kita yang terbengkalai sehingga kapasitasnya enggak bisa maksimal? Apakah ada energi yang kurang?
Tentang masalah energi dengan esensi juga, bagaimana kita beraktivitas itu bisa menjadi shodaqoh kebaikan, pemberian baik buat diri kita sendiri dan bisa juga itu yang kita lakukan itu ternyata adalah hal-hal yang mencuri kapasitas kapasitas dari diri kita sendiri. Nah, kita perlu hati-hati banget karena jangan-jangan salah waktu, salah timing beraktifitas ternyata itulah yang menyebabkan kapasitas kita jadi minim, jadi mudah capek, jadi nutrisi enggak terserap dengan maksimal.
Maka, sebelum kita bicara tentang Managing, tentang mengelola, tentang mengatur,kita perlu tahu dulu apa sih yang sebenarnya terjadi dalam hidup kita sehari-hari? supaya kita bisa tahu… Oh kalau ternyata sebenarnya ada ritme tubuh yang kita jaga, jam segini sampai jam sekian itu organ ini yang aktif, yang jam sekian atau sekian itu bagusnya aktivitas ini dihindari, dst. Mudah-mudahan dari bekal ilmu tersebut bisa jadi lebih tahu bagaimana kita bisa mengatur kehidupan kita, aktivitas kita sehari-hari dari yang ada saat ini menjadi lebih baik. InsyaAllah next kita bahas lagi.
4 thoughts on “Ada apa dibalik Ibu-Ibu Rungsing di Pagi Hari”