1. BUNDA SAYANG INSTITUT IBU PROFESIONAL

Aliran Rasa Game 11 #Fitrah Seksualitas

Membicarakan tema yang konon cukup dianggap tabu oleh mayoritas masyarakat – seksualitas- ini sungguh membuat deg-degan. Namun setelah dijalani, inilah topik yang krusial dan membukakan mata dan hati. Bagaimana nggak deg-degan ya, topik yang biasa dianggap angin lalu, karena tabu, sensitif, setelah dijalani, ternyata bisa dibahas dengan cara yang asik juga melalui konsep learning by teaching di game level 11.

Flashback masa kecil

Tidak mudah menjadi orangtua di zaman digital ini, jangankan anak-anak, kita sebagai orangtua yang (katanya) sudah dewasa pun masih perlu banyak belajar memilah mana yang patut dan sebaiknya dipilih didalam genggaman.

Jujur saja, orangtua zaman dulu nampak seolah lebih mudah walau hanya bermodal etika moral dan menjunjung tinggi kesopanan saja, atau menggunakan adab dan unggah ungguh (tata krama, tata kata hingga berpakaian) dibandingkan zaman kita sekarang. Padahal sebenarnya, tantangannya sama saja.

Saya, kecil dan besar di Jawa timur, masih hidup di era pembangunan waktu itu. Televisi tak semarak masa kini, mendengar radio sudah dianggap mewah dan berkelas. Itupun dulu saya pernah mengalami hal-hal yang tak patut juga. Seperti saat SD, rok dibuka dari belakang oleh teman lelaki, bullying hingga dikucilkan karena bentuk fisik. Lantas apakah berani berbicara kepada ortu? Ya tentu tak mudah dan tak pernah berani, karena selain memalukan, toh juga tak dianggap penting. Jadi, intinya mirip kan, sama saja dengan zaman ini.

Hidup di zaman itu, walaupun tak marak dan tak lazim adanya gadget, prinsipnya hampir sama, selama tak mengganggu urusan orangtua, aman. Lagipula siapa yang bisa mengedukasi ortu yang sehari-hari saja disibukkan dengan urusan perut (ekonomi). Lantas, bagaimana diri kecil ini mampu memberitahu?

Pernah ada masanya saya kebingungan tentang jati diri, akibat olokan dari banyak orang, dimana kedua ortu saya cerai dan dengan sendirinya harus turun tangan mencari penghidupan. Sehingga tau rasanya kasarnya hidup, tidak idealnya masa kanak-kanak, kebingungan ketika baligh menerpa (saat haidh pertama dibilang itu penyakit dst.) dan kini saya justru menghadapi era yang luar biasa.

Saya semakin sadar betapa edukasi tentang fitrah seksualitas itu sangat penting di game kali ini. Belum lagi jika kita membahas tentang gender. Mulas sudah saking banyaknya ilmu yang harus dikejar agar anak mampu memiliki pemahaman yang lebih baik untuk dijadikan pegangan di masa depan.

Pertama kali saya mengenal istilah pubertas, memahami apa maksudnya ketika masuk SMP. Dijelaskan oleh guru biologi. Itupun hanya sebatas fisik, bukan aqil/pola pikirnya.

Guru saya menjelaskan secara gamblang anatomi reproduksi wanita dan pria. Sehingga kami memahami perbedaannya. Saya masih ingat, ketika seluruh kelas yang laki-laki ditanya terkait merk-merk pembalut. Mereka menjawab dengan malu-malu dan hanya tahu sebatas dari iklan.

Penjelasan guru biologi saya cukup membantu merekatkan pemahaman tentang laki-laki perempuan, bahwa kita makhluk yang berbeda. Sepertinya sudah cukup ya demikian. Padahal, fakta setelah saya menjadi sosok orangtua, punya anak, justru memandang jauh. Saya anggap lebih penting lagi, ketika seharusnya ortu memberikan penjelasan sebelum anak keluar rumah. Bukan oleh gurunya. Ya kalau misalnya gurunya baik sebagaimana guru di zaman saya, kasus asusila kini bukannya malah marak terjadi di sekolah-sekolah? (yang luput dari pemantauan karakter pendidik). Beberapa artikel yang saya baca, menyebutkan kasus banyak terjadi justru pelakunya adalah dari tenaga pendidik.

Ketika lanjut di bangku SMA, saya merasa lebih banyak peran penting dari guru agama dan guru perempuan yang sering mengingatkan untuk ‘menjaga kehormatan diri’. Dari sana saya memahami makna dosa, maksiat dan sikap yang patut dari dan oleh seorang muslim/ah. Pun demikian di bangku kuliah, saya mengikuti pembinaan, kajian rutin sehingga masih terus teringat bagaimana sebaiknya bersikap sebagaimana agama memberi tuntunan. Berat sih. Belum lagi menghalau perasaan yang bergejolak seperti gharizah (naluri) untuk mendapat kasih sayang dan perhatian lawan jenis.

Perjalanan di Tantangan Game Level 11

Dari awal tantangan ini muncul, saya cek tema per tema (dari T10). Sungguh membuat mata ini berbinar. Tak sabar rasanya membaca setiap presentasi yang dihadirkan teman-teman di grup Bunsay. Dan alhamdulillah kini sudah selesai, tertuang lengkap 10 hari yang tersebar dari day 1 hingga 13. Sisanya saya setorkan 5 artikel dan 2 resume video hingga hari terakhir (day 17).

T10 (wajib) dengan topik presentasi (kalau mau baca bisa klik judulnya):
Pemahaman Perbedaan Gender.
Pendidikan Fitrah Seksualitas Sejak Dini.
Peran Orangtua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas.
Peran Ayah dalam Pengasuhan untuk membangkitkan Fitrah Seksualitas.
Pentingnya Aqil Baligh Secara Bersamaan.
Pengaruh Media Digital terhadap Fitrah Seksualitas.
Menjaga Diri dari Kejahatan Seksual.
Penyimpangan Seksualitas, Pencegahan dan Solusinya.
Peran Lingkungan dan Perlindungan dari Kejahatan Seksual.
Ketika Anak Bertanya (FAQ tentang Fitrah Seksualitas).

Sepuluh topik diatas, sangat menggugah dan membuat melek betapa ada fitrah anak yang wajib dipenuhi sebelum masuk fase balighnya.

Dulu, saya mengira pembicaraan ini akan menjadi pembicaraan jika anak sudah siap, ternyata justru dijelaskan dari awal sesuai kadar daya tangkap usia anak. Minimal anak tidak buta gender.

Saya sadari, kadar maskulin dan feminin ini bukan hanya semata hormonal, namun perlu diasah dan dilatih dari kecil. Menjadi banyak PR tatkala ‘tugas pokok’ gender ini belum terpaparkan jelas di mata anak. Harapannya kelak tugas keayahan sejati dan ibu sejati mampu diemban baik berdasar gendernya. Bukan hanya sekadar asal jadi ayah/ibu.

Begitu banyak teladan baik, kisah dan cerita yang bisa didengar anak. Saya mulai rajin mencari referensi untuk bacaan anak, yang patut dan tidak, agar dia melihat secara global maksud pelajaran ini.

Saya pribadi perlu mengasah kadar feminitas diri lagi. Saya akui, faktor pendidikan sangat menentukan sejauh dan setinggi apa kadar itu. Setidaknya lingkungan yang keras, jurusan yang saya ambil (teknik, jumlah cewek sedikit) dan gaya bahasa yang direct membentuk kadar maskulin saya tinggi sehingga menurunkan kadar feminitas. Bertahun-tahun.

Inilah pentingnya saya belajar disini, diingatkan kembali setiap menuangkan tugas dan kembali trenyuh setiap membaca beberapa artikel berita yang hendak saya kupas ketika akan setor game di luar T10.

Terkadang ingin mengerjakan asal saja, namun saya kembalikan ke prinsip ‘managemen energi’ saya. Betapa menyesal dan sia-sia jika saya mengerjakan ini setengah-setengah.

Maka, setiap hendak membuka beberapa referensi, saya berdoa dan cek diri (energi). Sehingga saya menjadi bersemangat setiap menggali lagi beberapa materi yang pernah terbuang (baca : teori yang pernah dipelajari tapi tidak melekat). Untuk mengikatnya, saya tulis di game ini, walau harus saya pungut dan susun satu per satu, susun ulang untuk menjadi bahan presentasi bersama Peer Group. Hingga tuntas 17 hari dari game level pertama hingga detik ini, setidaknya saya mindful, mengerjakan tugas ini kondisi energi saya masih penuh, bukan di waktu luang.

Kesimpulan

Fitrah seksualitas sangat penting untuk dipelajari oleh ortu, dipraktikkan dan diasah. Bagaimanapun juga, kondisi setiap zaman memiliki tantangan yang berbeda.

Saya sungguh bersyukur dengan tema game 11- yang sangat krusial bisa saya selesaikan dan tidak terlewat begitu saja. Setidaknya kesadaran saya bertambah bahwa buah hati kesayangan yang masih balita ini, kelak akan menjadi sosok suami bahkan ayah untuk keluarganya.

Dari tantangan kali ini, saya merasa lebih banyak mikirnya dibandingkan actionnya. Bagaimana nggak (mikir), makin hari berita yang disuguhkan semakin banyak memelintir jiwa, apalagi dalih kebebasan dan hak asasi manusia, segala vulgaritas sudah tak relevan lagi jika ditutupi dan kini melenggang bebas. Apa kabar zaman buah hatiku dewasa nanti?

Jika fitrahnya tidak kita yang jaga, lantas bagaimana kelak ketika Allah menanyakan ‘titipanNya’? sudah sampai mana kita mendidiknya menjadi sosok manusia yang lurus sesuai fitrah?

-Khoirun Nikmah

Yup. Banyak PR, semoga kita mudah dan dimudahkanNya untuk terus menjadi ortu yang terbuka, mau belajar dan memberikan pemahaman yang bulat utuh kepada ananda di rumah ya. Amiinn.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *