1. BUNDA SAYANG INSTITUT IBU PROFESIONAL

Aliran Rasa Game 8 #Cerdas Finansial Sejak Dini

Introduction

Bismillah, Alhamdulillah. Sabtu, 7 Desember 2019. Seharusnya masuk day 18 namun saya jadikan agenda untuk menuliskan aliran rasa.

Seperti biasa, pasti saya sambung-sambungkan dengan aktifitas hari ini.

Siang ini saya menyimak kajian dari Ustadz Budi Ashari, MasyaaAllah. Betapa konsep pendidikan di islam itu sungguh mudah dan meringankan.

Ada Relevansi apa dengan tema ke-8 ini?

Cerita aliran rasa kali ini agak random, tapi enggak masalah kali ya, biar lebih nyambung jadi ceritanya dari awal saja.

Beberapa tahun terakhir, saya memang banyak mengumpulkan buku dan ebook tentang konsep pendidikan luar negeri atau parenting (pola asuh negara maju). Bahkan ada stigma diri ini bahwa saya menganggap metode yang paling cocok dan kekinian, yang pas, modern yaa enggak ada metode yang lain selain dari barat, minimal kalau mengambil benua Asia pun ya standarnya Negara maju, misalnya Japan. Udah titik.

Hal itu merupakan kondisi dimana saya masih memiliki pendirian satu sisi, tanpa memandang kedalam diri (atau kemampuan berpikir menyeluruh). Hal ini menghasilkan jiwa saya yang eksplosif, meledak-ledak dan hanya mau mendengar diri sendiri. Realisasinya sangat nampak sekali ketika saya mendalami metode KonMari, sungguh saklek dan hanya mau mengikuti kaidah konkret Marie Kondo. Bahkan saya juga berusaha membuat buku KonMari versi ‘ala’ Indonesianya juga (terbit tahun 2018 lalu) yang berjudul “KonMari Mengubah Hidupku”.

Kondisi Lifestyle Bagaimana?

Wah jangan ditanya. Dalam hal lifestyle tentu saya menganut konsep dari buku luar. Saya mengeluarkan 80% barang pribadi dalam waktu yang relatif singkat hanya untuk kelihatan ‘spark joy’ dan ‘wah’ padahal seharusnya saya lebih mensyukuri apa yang sudah saya miliki saat itu. Kenyataannya, begitu banyak uang yang terbuang hanya karena ingin mengganti barang lama ke barang baru yang lebih spark joy’.

Bahkan untuk konsep inner child pun- sebagai teori dan langkah-langkah penyembuhannya saja, saya punya puluhan lebih sumber dari barat (karena konsep awalnya juga dari sana). Majority berbentuk ebook (masih saya simpan rapi didalam e-reader kobo touch).

Pada akhirnya, ada beberapa teman mengajak kajian islam yang membahas parenting islam seperti berbasis fitrah, namun saya enggak rajin ikut karena memang sifatnya umum, dan ada dalih saya sudah memiliki buku terbaru Ust. Harry Santosa yg versi 3.0 itu (pernah ikut seminarnya pula ketika di acara wisuda matrikulasi).

Memang semua ini pengaruh dari nature & nuture saya yang sejak SD, SMP hingga kuliah selalu gemar dengan hal-hal yang berbau logika. Hampir semua mata pelajaran yang saya suka selalu dekat dengan logika, sains, pemikiran, mathematic yang sifatnya merupakan ilmu pasti. Sedangkan untuk pelajaran agama, saya hanya dapatkan 2 jam/pekan, itupun ketika duduk di masa sekolah SD-SMA. Tentu hal ini berbanding lurus dengan input. Semua input saintifik saya mendominasi dibandingkan agama. Sungguh sulit rasanya jika pondasi iman, ilmu dan islam tidak melekat sejak dini atau bahkan melekat ala kadarnya hingga dewasa.

Setelah membuka diri untuk mendengar kajian akhir zaman, saya semakin optimis untuk belajar lagi. Mengingat pelajaran agama saya peroleh di bangku kuliah hanya mandeg di semester satu. Alih-alih bisa menguasai isi Alqur’an, untuk membacanya saja perlu perjuangan. Alih-alih mampu berbahasa Arab dengan benar, untuk tahsin yang mutqin saja harus kembali belajar lebih di saat usia sudah berumah tangga.

Apa Hambatan di Game Level 8?

Ya saya merasa kesulitan, karena konsep mengenalkan uang kepada anak/konsep mengelola finansial didalam islam dikenalkan saat usia anak sudah masuk masa tamyiz, diatas 6 tahun (atau masa aqil baligh), maka untuk putera saya yang masih balita (4 tahun) tentu sungguh belum mampu optimal. Dan tentu sebab saya sebagai guru di rumah- khusus untuk putera saya- maka saya perlu memperbaiki diri lebih baik terlebih dahulu. Agar pengajaran finansil ini optimal sebab konsep ini butuh proses yang enggak mudah. Sehingga mengenalkan keimanan dan pengetahuan terhadap penciptaan sebagai makhluk sungguh penting. Konsep iman, mengenal Allah.

Saya pribadi masih dalam rangka merapikan finansial diri, terutama keuangan rumah tangga. Walaupun enggak punya hutang ke siapapun, namun mencatat dan merombak kembali pos-pos kebutuhan itu sungguh penting. Karena terakhir saya memiliki kebiasaa rajin mencatat uang berhenti di akhir tahun 2017.

Penyebab berhenti mencatat keuangan, tepat setelah saya mengenal platform teori financenya Jouska. Tanpa banyak mikir, saya berhenti mencatat laporan keuangan saat itu juga. Padahal kebiasaan mencatat dan membuat planning keuangan sudah saya bangun dan coba konsisten lakukan sejak kecil. Bahkan waktu SD, catatan keuangan saya juga rapi tertata apik. Berlanjut di masa sekolah SMA hingga kuliah pun demikian.

Berikut (bukti) folder keuangan keluarga yang saya isi konsisten (FULL ada harian, bulanan dan tahunan) start menikah (mulai dari akad nikah, Agustus 2014) dan terakhir mencatat di 2017. Karena dari awal 2018 saya rajin mendengarkan Jouska. Sehingga saya harus berhenti membuat tabel, sempat menggunakan aplikasi finance namun saya kosongi. Sehingga arsip ini tidak lengkap, lompat di dua tahun fase tidak mencatat. Sungguh sangat disayangkan, padahal kini saya perlu juga dievaluasi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Apa Hubungan Finansial diri dengan Tema Cerdas Finansial Sejak Dini?

Untuk membuat kurikulum berjalan baik, diperlukan seorang guru dan pelaksana yang hebat karena pribadi guru itulah cerminan dari kurikulumnya. Lantas apa jadinya ketika saya sendiri sedang merapikan kembali kebiasaan menata uang saya yang vakum setahun ini? Sementara pada tema ini temanya cerdas finansial sejak dini.

Al-Mar’atushholihah artinya pengasuh yang baik, yakni mereka yang memiliki kompetensi minimal pengasuhan.

Itulah kenapa pada tugas ini saya tuliskan setiap harinya dengan tulisan yang super pendek dan singkat serta sederhana (kadang enggak nyambung) dibandingkan tantangan game yang sebelum-sebelumnya. Sebab : saya sendiri masih berjibaku dengan urusan rapi-rapi finansial. Ditambah usia anak memang masih belum cukup- di bawah 5 tahun, dimana yang saya yakini, konsep finansial belum terlalu penting dan urgen untuk dikenalkan.

Adapun konsep utama seperti rasa syukur, infaq, sedekah penting dikenalkan dibandingkan dengan mengenalkan nilai, fungsi dan nominal uang itu sendiri. Itu hanya opini saya semata.

Bagaimana perjalanan melewati tantangan ke-8?

Saya memulai dari tanggal 19 yang saya laporkan di tanggal 20. Sesuai dengan slide, walaupun ternyata salah tanggal, seharusnya start 21. Itulah kenapa saya enggak bisa mengubahnya.

Sehingga pada tanggal 6 kemarin saya sudah menyelesaikan tantangan 17 hari (dari game level 1 hingga detik ini saya memang rutin menulis 17 hari tanpa putus) sehingga di hari ke-18 (tepat 7 Desember 2019) saya post aliran rasa saja.

Apa saja yang dilakukan selama 17 hari?

Konsepnya standar, saya cukup mengenalkan value dasar tentang rezeki, uang, kenapa setelah memegang uang harus cuci tangan -karena kotor dsb. Di awal-awal rada perfeksionis, saya isi hampir semua targetan, makin hari makin absurd dan endingnya ya mengalir saja. Namun saya tetap fokus pada konsep uang jajan anak.

Kesimpulan yang saya dapatkan dari game kali ini adalah “selama anak merasa kenyang dari rumah, ia tidak akan mau jajan di luar.”

Itulah kenapa, saya bersyukur jika semua jajanan anak bisa dibuat, hobi suami serta anak juga memasak, ini bagian dari upaya edukasi finansial sejak dini yang sederhana saya rasakan di rumah. Alhamdulillah.

Poin yang tidak saya masukkan pada tabel adalah konsep menabung, karena konsep ini kurang sejalan dengan usia anak dan kurang sejalan pula terhadap pemahaman yang saya yakini.

Demikian aliran rasa untuk game level 8. InsyaaAllah berlanjut di level berikutnya. Semoga game berikutnya lebih optimal lagi pengerjaannya. Amiin.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *