Pagi ini, tepat tanggal 25 Juni 2023, ponselku berbunyi. Menunjukkan alarm reminder, ‘Abi milad nih’.
Sebenarnya, tak ada yang spesial untuk diperingati tapi sepertinya momen seperti ini bisa jadi bahan refleksi diri. Mengevaluasi kebersamaan sehari-hari. Walau hidup bersama dengan suami, baru 9 tahun ini.
Dear my husband,
Sebenarnya dari kemarin aku ingin ngasih manuskrip buku yang targetnya selesai hari ini. Tapi apa daya diri ini, masih belum mampu karena masih banyak distraksi di hari-hari yang telah berlalu.
Sebenarnya juga, semalam ingin bikin kue pas anak-anak tertidur, tapi apa daya ikutan tertidur juga.
Pun tadi pagi, inginnya bangun, tapi karena lagi haidh malah bangunnya menjelang azan subuh dan ternyata bahan kue sudah dingin (sepertinya semalam masuk kulkas lagi) dan tepung tinggal sedikit.
Yasudahlah, tinggal tenaga ngetik aja ini di pagi hari masih fresh dan memang inilah yang aku punya.
Menghitung Usia
Sebenarnya setiap bangun pagi, rasanya seperti bangkit dari kubur ya. Memang inilah manusia diciptakan secara alamiah, perlu tidur, perlu istirahat. Hanya Allah yang Maha Kekal dan Maha Mengurusi makhluk-Nya, hanya Allah yang tidak butuh tidur.
Dari sini, kalau kita hitung, usia ‘asli’ kita ini berapa ya? Katakanlah 33 tahun, kurangi masa aqil-baligh, misalnya 12 tahun. Jadi berapa? sisa 21 tahun. Kita kurangi lagi dengan tidur, misal 8 jam sehari (ideal), sehingga dapat 2,880 jam setahun. Dikali 21 tahun, dapat 60,480 jam atau 2,520 hari atau 6,9 tahun (kita bulatkan jadi 7 tahun). Maka, tersisa 14 tahun.
Usia 14 tahun efektif itu, sebenarnya sangat singkat sekali, bukan? Belum lagi misal kita evaluasi kembali.
Memaknai Usia
Semua usia adalah pemberian, karunia dari Allah yang Maha Mencipta. Kita tak pernah tahu berapa usia ‘produktif’ aslinya, dan berapa usia ‘yang terbuang’. Tapi kita bisa belajar di setiap tanggal lahir untuk menyelami kembali, sudah kita gunakan untuk apa saja usia setiap hari.
Seperti ucapan imam Hasan Al-Bashri :
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2: 148)
Terima Kasih
Terima kasih, sudah menjadi partner yang sabar, yang selalu berusaha sadar, kemudian sabar terus untuk menemani hari-hari ini. Membersamai anak-anak setiap harinya. Menjadi suami yang mendukung kegiatanku juga. Menjadi teman diskusi yang tiada habisnya.
Tak ada kata-kata yang bisa mewakili perasaan syukur diri ini telah Allah izinkan di awal untuk mengenalmu, walau dulu punya teman angkatan yang kenal Abi duluan tapi qaddarullah malah kenalnya di akhir-akhir perkuliahan. Sosok yang menjadi jawaban atas doa yang aku panjatkan. Sosok yang memang jadi ‘pasangan’, melengkapi perjalanan terpanjang di dunia pasca perkuliahan di strata pertama hingga hari ini insyaaAllah membangun peradaban. Bersama-sama mendidik anak kita.
Tetap semangat ya Bi.
Barokallohufiiumrik.