BEROPINI PARENTING SHARING KELAS DAN ILMU

Bedah Bakat Yuk : Bedah Kekuatan Diri Ibu, Modal Menjaga Energi dan Waktu

Kalau kita mau jujur ke diri sendiri, menjadi seorang istri maupun seorang ibu sejatinya memang sepanjang itu. Hampir 70% menjadi penentu segala sesuatu (pengambilan sikap, membentuk generasi, meraih kebahagiaan, kesejahteraan seluruh anggota keluarga). Ya, dengan kata lain, posisi kita, penting.

Maka, tentulah tidak akan ada fase berhenti buat belajarnya. Mencakup semua hal sebenarnya (lifelong learning), bukan hanya menjadi istri dan ibu. Namun, karena saya memiliki peran sebagai istri, sebagai ibu, tentu pemahaman itu perlu saya gali lebih dalam. Kalau saya biasanya merasa jelas, konkret, untuk pribadi, melalui tulisan. Sebab, jika hanya diletakkan didalam kepala, enggak jelas wujudnya, enggak bisa dibayangkan. Maka, pada post blog kali ini, saya mau membahas hal yang saya anggap penting ini.

Fase Awal Mengemban Amanah Istri dan Ibu

Setelah akad nikah, tentu kita sudah memiliki status baru. Sebagai istri. Bahkan, posisi inilah yang terbanyak disebutkan dalam Alqur’an (bagi kita yang muslim, bisa cek jumlah ayat dalam Alqur’an yang membahas peran sebagai istri, ibu, sosial/pemimpin. Jumlah terbanyak, sebagai istri).

Posisi sebagai istri ini memang penting, karena dia ada dan menjadi permanen sepanjang kita hidup bersama pasangan atau suami. Posisi ini pula yang akan melekat sepanjang kita mau menjadi apapun, at least jadi seorang ibu bekerja, ibu di rumah atau apapun itu profesinya.

Tentu, akan menjadi soal jika kita tidak memahami diri kita sendiri (alih-alih ingin memahami orang lain, even itu suami sendiri). Karena, kita akan kebingungan kalau tidak paham batasan. Dan semakin kita memahami diri, akan semakin mudah menentukan batasan. Sebab dengan memiliki batasan, kita paham kebutuhan. Jadi kita paham ‘seberapa besar atau banyak’ kekuatan yang kita kerahkan.

Ketika kita memiliki batasan sehat (healthy boundaries) maka kita akan jelas dalam memandang sesuatu, enggak nabrak-nabrak dan tidak akan mau ‘ditabrak’. Ini penting, kenapa? karena tanpa punya healthy boundaries, kita tidak akan punya healthy identity.

Healthy boundaries ini bisa kita ukur -salah satunya- dengan memahami ‘apa kekuatan’ dan ‘apa bakat’ kita.

Perjalanan Menemukan Bakat

Saya tahu kalau saya suka menulis, namun itu saya rasa ‘biasa’ saja karena bagi saya menulis itu basic. Sejak dulu, tidak merasa bahwa itu, bakat.

Seiring waktu berjalan, tahun 2017 saya mendaftar sebagai mahasiswi Ibu Profesional Bogor. Dari sana, awal matrikulasi (batch 5 waktu itu), saya berkenalan dengan talents mapping. Pada awal tahun 2018, saya dan suami memutuskan untuk tes TMA (talents mapping assesment) berbayar dan saya tuangkan di penugasan NHW Matrikulasi kala itu.

Dari sana, sebenarnya saya mulai mengurangi banyak aktivitas yang tidak produktif. Hingga pertengahan tahun 2018, saya mulai fokus menulis. Buku pertama saya diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Berjudul ‘KonMari Mengubah Hidupku’. Dan tahun 2019 terbit lagi oleh Bentang Pustaka, ‘Gemar Rapi : Metode Berbenahnya Indonesia’.

Mengenal Kekuatan itu Penting

Bagi kita yang mungkin awalnya dihadapkan dengan aneka dilematika ala ibu rumah tangga, ‘memilih pekerjaan, passion atau anak’ terkadang nampak seolah-olah ada ‘sacrificing’. Tampak berat menjalani sesuatu karena mindset ‘berkorban’ itu. Padahal, sejatinya jika kita sadar, hidup ini bukan sesuatu hal yang dikorbankan untuk hal lain yang esensial. Melainkan, kita senantiasa dihadapkan oleh pilihan-pilihan. Jika yang kita pilih itu sesuatu yang menguatkan jati diri kita, maka akan feels fullfilled. Utuh. Jika tidak, maka terjadilah ‘tirai-tirai emosi’ yang nantinya menghalangi energi diri kita buat optimal mengerjakan segala sesuatunya.

Nah, disini saya ingin bilang, kalau sebagai istri dan ibu itu, merupakan pilihan yang secara fitrah akan bikin kita nyaman. Sepanjang diri kita mengenali segala kekuatan yang Allah berikan. Karena emang terasa banget, ketika ada ‘kekuatan’, juga ‘bakat’ yang kita abaikan, seolah-olah ada sebagian diri kita yang hilang. Alih-alih menikmati kehidupan yang sedang berjalan, yang ada terasa hari-hari ini akan sangat membosankan.

Itulah mengapa, 2023 ini saya bersyukur Allah pertemukan lagi dengan proses pengenalan kekuatan diri. Ya, walaupun sudah merasa pernah melakukan asesmen di 2018 lalu, setidaknya saya semakin paham dan mengerti ‘perjalanan’ kekuatan itu hingga kini.

Temu Bakat Yuk

Bermula dari tanggal 22 Februari 2023, salah satu teman menghubungi saya dan menawarkan info bahwa ada yang membutuhkan seorang Blogger.

Waktu itu, saya jawab bahwa saya bukan blogger profesional, sebab saya menulis disini biasanya hanya untuk menjernihkan pikiran, kadang buat penugasan perkuliahan. Namun saya tetap mengizinkan untuk dihubungkan, siapa tahu bisa menambah pertemanan.

Singkat cerita, saat itu juga saya dihubungi Teh Dini, founder Bedah Bakat Yuk. Bisa cek di Instagramnya @bedahbakatyuk.

Intinya, menanyakan apakah saya seorang blogger.

Ketika itu pula, saya jawab bahwa saya ini blogger santai, bukan profesional. Tapi, penawarannya tetap saya baca dan saya pelajari terlebih dahulu.

Tepat di tanggal 25 Februari 2023, saya mulai mengisi asesmen yang ada di web https://www.member.bedahbakatyuk.com/member-area/ dengan menggunakan kode Voucher : BLOGGER.

Setelah itu, saya unduh hasil ST30 saya. Saya sempat membandingkan hasilnya. Antara beberapa bulan lalu -saya sempat tes, buat diminta oleh Ibu Profesional, dan yang terbaru (2023).

Cara baca warnya :

  • Warna merah = bakat kuat.
  • Warna kuning = bakat lemah -bisa kuat kalau distimulus.
  • Warna putih = netral.
  • Warna abu-abu = kelemahan agak lemah.
  • Warna hitam = kelemahan banget.

Saat sesi konsultasi, pada tanggal 6 Maret 2023, sempat membahas hal ini (jika ada perubahan) bahwa bakat lemah (warna hitam) tidak akan menjadi bakat kuat (warna merah), pun sebaliknya.

Setelah saya amati, ternyata benar. Tidak ada satupun bakat lemah saya menjadi merah dan yang merah menjadi hitam. Kalaupun ada, itu hanya warna-warna yang memang berdekatan perubahannya. Dan itu juga perubahan sementara karena aktivitas yang sedang dijalani saja. Adapun bakat lemah bisa kuat, yang kuat bisa jadi lemah atau netral. Tapi tidak ada yang terlalu kebalik. Artinya apa?

Kata Coach Dini AW, “ketika kita asah bakat kuat, maka dia akan semakin terlihat karena kita pakai terus-menerus. Jadi, itulah yang akan terlihat oleh orang (ini personal branding dan point of view orang terhadap kita). Nah, kalau yang bakat lemah, kalau kita fokus terus disitu yang ada akan semakin terlihat kita lemah di situ. Sebab ini bakat tidak akan naik sampai merah. Sebab dia tidak akan tertukar, bakat lemah (hitam) jadi bakat kuat (merah), enggak akan jadi.”

Intinya apa?

Ketika kita mengetahui kekuatan itu, dan kita malah ‘lari’ darinya. Maka bisa dipastikan ketika menjalani sesuatu yang itu bukan kekuatan kita, kita akan merasa berat, kewalahan, cape enggak habis-habis, sedih, lemah dan hasilnya tidak optimal bahkan cenderung gagal. Sebaliknya, ketika kita menjalani entah itu bakat lemah atau bakat kuat, ketika diasah terus-menerus, maka ia semakin terang benderang. Diri kita enjoy, kuat, nyaman, merasa mudah, merasa hasilnya itu terbaik dan tentunya mampu menghasilkan karya tanpa ada keluhan bahkan bisa jadi ‘sarana mengisi daya (charging)’ diri sendiri.

Kelas Online Bedah Kekuatan Ibu

Tes talent mapping memang sudah familier dimana-mana. Namun, jika kita merupakan seorang ibu rumah tangga, alangkah nyamannya jika diberi wadah spesial khusus tes bakat ibu-ibu. Dan wadah itu kini sudah ada di depan mata. Saya merasa terbantu karena pelayanannya nyaman. Bisa klik di link https://www.bedahbakatyuk.com/kelas-online-bedah-kekuatan-pada-diri-ibu/ untuk mengetahui informasi detailnya.

Disini, kita akan mendapatkan :

  • 9 materi pengenalan pentingnya seorang ibu tahu akan kekuatannya dan materi inti.
  • panduan mengisi asesmen.
  • fasilitas online pengisian asesmen.
  • pengunduhan gratis hasil asesmen.
  • konsultasi pasca asesmen.
  • artikel berkelanjutan dan review pasca asesmen.

Dan menurut saya, karena coachnya atau konselornya ini sesama perempuan, maka akan jauh lebih nyaman dan mudah untuk mengkomunikasikan. Satu frekuensi. Terutama ketika sesi one on one saat pengenalan baca hasil st30 kita.

Di luar itu, saya juga bisa makesure hasil TMA suami saya yang dulu diisi juga. Dan dari sana juga, semakin memperkuat diri pribadi untuk mengasah kemampuan di ‘fokus’ yang mana. Karena jelas, kita akan kewalahan jika semua jenis bakat dikuatkan. Maka, fokusnya di kekuatan yang terbaik (warna merah) dan mengabaikan yang hitam.

Dari sesi ini juga, saya mulai mampu ‘mendengar’ bakat lemah saya yang tidak terasah ternyata bisa saya munculkan juga ketika saya ‘memanggilnya’. Contoh, ketika saya tanggal 11 Maret 2023 ke ponpes Al-Umanaa Sukabumi.

Sebenarnya saya hanya ingin survey tapi disana saya diminta berbagi pengalaman kepenulisan juga. Ini bagian dari kesempatan perdana saya offline menyampaikan materi setelah sekian tahun hibernasi karena pandemi.

Saya merasa memang bahwa bakat MOT (memotivasi) orang itu biasa saja- warna kuning. Ternyata saya bisa juga menggunakannya ketika harus ‘public speaking’ di hadapan santri-santri di acara tersebut.

Dan mereka jadi antusias hingga akhir acara pun masih bergerombol menghampiri saya, sampai ada sesi wawancaranya juga. MasyaaAllah.

Selesai sesi wawancara, santri juga berebutan meminta tanda tangan yang membuat saya merasakan semangatnya mereka dalam mengejar cita-cita.

Kesimpulan : Asah Kekuatan, Raih Kebahagiaan

Ketika kita menghadapi hari-hari kita tanpa tahu apa kekuatannya, yakinlah bahwa itulah sumber ketidaknyamanan yang sejatinya perlu perubahan dalam hal pola pikir kita.

Dulu, orang merasa kalau jadi ibu ‘perlu pengorbanan’, hasilnya, ketika kita memiliki mindset berkorban, maka akan ada jiwa yang hilang dari dalam diri kita. Padahal, ketika kita paham bahwa kita memiliki kekuatan yang telah ter-default secara alami dari Allah, maka itulah sejatinya potensi yang akan memberikan dampak kesyukuran pada kehidupan. Ketika kita bersyukur, memaknainya dengan mendayagunakan anugerah itu secara optimal, maka akan muncul rasa bahagia.

Seperti pada postingan kemarin, bahwa ‘Ketika kita memiliki self concept yang baik, kita akan memiliki self ideal yang positif, self image atau citra diri yang positif, dan self Esteem atau harga diri yang baik.

Ketika kita ingin memiliki mental yang sehat, maka perlu kenali bakat. Jika sudah tahu bakat, maka kita tak akan ‘tersesat’ di segala jenis jagat.

Bisa dibayangkan kalau kita tidak tahu apa kekuatan, apa bakat kita. Saat scrolling medsos, ada orang bisa itu, kita ikuti. Kemudian scrolling lagi, begitu ada yang lebih menarik, kita ikuti. Lama-lama kelelahan sendiri, cape, energi habis dan hasilnya tidak optimal. Maka, mengenali bakat ini penting. Bukan untuk dikorbankan atau dialihkan, melainkan menjadi sebuah kebutuhan dalam mengarungi kehidupan.

Khususnya bagi kita, ibu-ibu. Kebutuhan akan ‘space’ atau ‘ruang’ itu perlu. Disamping mengurusi suami, anak, rumah yang tentu tak akan ada habisnya, pentingnya merawat diri terlebih dahulu, bentuk rasa cinta pada diri melalui memahami itu perlu. Bukankah kita tak akan bisa ‘memberi’ jika tak ‘memiliki’? Apa yang bisa kita beri adalah sesuatu yang sudah ter-embodied mendarah daging pada diri kita. Dan itu adalah bakat, kekuatan kita.

Bagi yang merasa pusing-pusing, mengapa self care itu juga penting? Bisa dibaca di postingan saya yang berjudul ‘ibu-ibu rungsing’ yaa.

InsyaaAllah, dengan mengenali bakat kita, bisa jadi menyokong keseharian dan mudah-mudahan jadi 4E-nya kita (easy, enjoy, excellent, earn).

Oia. Bagi yang ingin ikut mengenali kekuatannya, bisa hubungi Coach Dini AW di nomor http://wa.me/6285883044416

Sampai jumpa di post blog selanjutnya! 🙂

Tinggalkan Balasan