CERPEN KARYAKU

Cerpen : Kepo (Knowing Every Particular Object)

Sebenarnya ingin menulis banyak, bahkan beberapa draft sudah saya siapkan di sini. Sayangnya, sampai malam ini, saya masih dikejar beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan. Dan saya mencoba melalukannya dengan cara kerja multi task alias paralel. Hasilnya, saya roaming dong, enggak kelar semua, huhuhuhu.

Untuk lebih mudahnya, malam hari ini saya posting cerita pendek dari sebuah buku yang pernah terbit dua tahun lalu saja. Buku yang saya tulis di tahun 2019 silam, bukunya sudah out of stock. Jadi, aman lah untuk diposting ke publik.

Judulnya : KEPO


Kepo (Knowing Every Particular Object)

Oleh : Khoirun Nikmah

“Jatuh cinta itu enggak enak, karena kamu harus bersiap ‘jatuh’ di saat cinta itu hadir.”

Sebaris pesan singkat dari Kak Maya di layar whatsapp sedari tadi mengusikku. Curhat ke kakakku satu-satunya ini selalu membuatku sedikit merenung. Ya, sedikit. Karena selebihnya aku sendiri yang biasanya menebak-nebak bahkan mencoba untuk mengabaikannya.

Tanpa kubalas lagi, aku justru asyik scrolling twitter klub olimpiade sains yang kuikuti. Kemudian muncul pesan dari sosok yang membayangiku akhir-akhir ini, Kak Randi.

“Ra, gimana soal-soal fisikanya? Ada yang bisa aku bantu?”, pesan dari Kak Randi.

“Bisa kok, makasih ya kak udah kasih contoh soalnya,” balasku.

“Kalau kamu butuh apa-apa, bilang aja. Jangan sungkan. Oia, maaf, tadi aku enggak sempat ke kelas, aku buru-buru bantu Pak Andi di perpus. Semoga sukses Ra, seleksi di kabupaten biasanya jauh lebih mudah dibandingkan soal-soal dari sekolah kita.”

Pikiranku mulai beradu, dialog itu memang sederhana bahkan menurutku itu wajar. Namun apa yang dikatakan sahabatku tadi sore cukup membuatku kepikiran kalau sikap Kak Randi bisa saja lebih dari apa yang aku kira.

“Ra, sadar nggak sih? Kak Randi itu suka kamu. Jarang banget lho perhatian kayak gitu ke cewek, biasanya kan Kak Randi super dingin, cuek,” ujar Lina padaku, menggebu-gebu.

“Maksudmu gimana Lin? Kita kan tiap hari juga satu klub, menurutku ya Kak Randi memang harus bersikap seperti itu, dia kan tuthor kita selagi Bu Nurul cuti melahirkan.”

“Ra, masalahnya dari sekian belas cewek di ruangan cuma kamu yang dipinjemin soalnya dan kamu tahulah artinya itu apa?”

“Apa coba?,” aku mulai gusar, tidak tenang.

“Ya apalagi kalau enggak cinta?,” Lina menyilangkan ‘love’ ibu jari dan telunjuknya padaku.

“Hah?! Cuma minjemin soal doang Lin, lagipula itu soal juga aku fotokopikan kubagi ke kamu juga.”

“Eh jangan salah, di halaman terakhir ada pesan dari kak Randi lho. Emang kamu enggak baca?”

“Hah?! Pesan apaan?”

Dengan segera aku balik halaman terakhir, disana ada sedikit coretan R-R always Randi-Rayya.

Kukira ini tulisan paling alay yang pernah aku temui, itu jelas bukanlah coretan kak Randi. Setauku tulisan kak Randi tidak seperti itu. Namun siapa pelakunya yang iseng corat-coret contoh soal fisika?

Kepalaku makin beradu, mencocokkan kembali setiap dialog, adegan dan bahkan pesan yang kuhabiskan bersama kak Randi selama ini. Seolah memutar ulang sebuah roll film, aku tergopoh tidak menentu menghidupkan kembali dialog serta aktifitas yang melibatkannya. Bukannya malah belajar menuntaskan soal, malam ini aku juga menambah kesibukan lain, berselancar ke berbagai sosial media. Sibuk kepoin Kak Randi, ya ampun!

Di instagramnya hanya terpost sebelas postingan, itupun isinya hasil fotografinya. Kak Randi selain aktif di klub olimpiade sains juga aktif di kelas fotografi. Inipun instragram terbilang cukup baru usianya, sekitar dua bulanan lalu dia bikin akun tersebut.

Twitternya hanya berisi pengulangan postingan dari klub sains dan fotografinya. Selebihnya hanya membalas kicauan teman-temannya, itupun super singkat. Hanya dua kata ‘iya’ dan ‘oke’.

Facebook? Sepertinya Kak Randi tidak bermain facebook, aku pernah menanyakan ini padanya. Kak Randi bilang enggak ada waktu ngurusin sosial media itu, tidak tertarik membuat akun itu.

Sebenarnya enggak sekali dua kali sikap Kak Randi menurutku ‘aneh’. Pernah dia ngobrol denganku dengan begitu lepas, tertawa hingga terbahak, tapi jika itu kondisi kelas sepi. Namun ketika beberapa temanku yang lain mulai masuk, sikapnya berubah drastic menjadi penampilan yang biasa kami kenal, ‘cuek, dingin’ dan sedikit galak. Hmm, apakah dia punya kepribadian ganda? Haha.

Namun kegalakan serta kecuekan itu berbanding lurus dengan wajahnya yang memang putih bersih dan masuk kategori yang diincar para cewek. Walaupun tidak ada yang berani mendekatinya, tapi klub fangirl itu otomatis terbentuk begitu saja di kalangan adik kelasnya, termasuk angkatanku. Tentu hal itu tidaklah membuat sikapnya berubah, Kak Randi tetap demikian adanya, dingin dan cuek.

Aku mulai menguap, sudah hampir jam sebelas malam dan aku belum memecahkan soal di halaman terakhir. Sesuai dengan jadwal harian yang aku susun agar enggak begadang, maka kuputuskan untuk segera tidur. Bangun pagi lebih baik dan lebih segar untuk menuntaskan pekerjaan malam. Tanpa sengaja, aku temukan secarik kertas pada buku paket fisika Kak Randi.

Wah, kertas apa ini?, kutemukan selembar kertas tanpa amplop. Hatku mulai dag-dig-dug.

Setelah kubuka isinya, nampak goresan tangan yang memang biasa menghiasi papan tulis saat menjelaskan rumus-rumus rumit fisika di kelas. Jelas ini tulisan Kak Randi :

Hi, Rayya. you cannot truly love another until you know how to love yourself. Dan aku tahu, kamu sebenarnya lebih menyukai Matematika dibandingkan Fisika, sayangnya kamu lebih memilih Fisika sebab ada aku kan? Aku tahu cerita ini sejak awal kamu mendaftar klub. You want to date me instead? You’re so lucky!

Mataku terbelalak, rasa kantuk yang menjalar berat seketika lenyap. Surat macam apa ini?

Sejak awal aku tidak merasa perlu banget dengan ungkapan semacam ini, biarlah ia alami apa adanya. Namun, membaca selarik kertas yang entah kapan ditulisnya ini, mulai meruntuhkan pertahanan perasaanku. Well, kuakui aku kagum dan mencoba mengikutinya. Bahkan aku menjauhi kelas Matematika sebab dirinya, oke, clear. Tapi caranya ini menurutku sangat tidak masuk akal. Ternyata selama ini tingkat kekepoanku tidaklah separah kak Randi dan sesuai seleranya dia, seenaknya menembak di waktu yang tidak tepat.

Tanpa perlu memikirkan apakah aku mau mempertahankan rasa ini atau harus membuangnya jauh-jauh. Kini sudah jelas, enough. I’m illfeel.

Segera kubalas pesan kak Maya, bahwa aku setuju dengannya. Dan hal ini enggak akan pernah aku ungkapkan pada siapapun. Gemuruh badai yang menjalar dalam otakku akhir-akhir ini pun mereda.

Kini aku putuskan untuk fokus ke diriku sendiri, suatu saat nanti jika waktu yang tepat itu tiba, aku akan berikan sepenuhnya rasa cinta pada lelaki yang halal saja.

Bye kak Randi.

-END-

Tinggalkan Balasan