BEROPINI DAILY

Duka untuk Sriwijaya SJ 182

Dua hari lalu, hari Sabtu, saat rehat siang, suami saya mengirim pesan. “Mi, ada kabar barusan pesawat hilang kontak.”

Saya terkejut, pesawat hilang kontak? Maksudnya lenyap ditelan awan atau gimana nih. Atau hilang sinyalnya. Masih belum jelas. Saya lirik ponsel sekitar pukul 14.50 WIB.

“Emang beritanya dimana Bi?” ujarku. Karena belum ada timeline media sosial yang membicarakannya. Kecuali Twitter. Itu pun simpang siur.

“Ada di kanal Detik.” jawabnya.

Walaupun tidak ada sanak saudara yang terbang di hari itu, namun setiap kali saya mendengar berita terkait pesawat yang hilang atau terjadi musibah, rasanya trenyuh dan sedih aja. Entahlah, saya mudah sekali melow jika berkaitan dengan kejadian luar biasa. Misalnya bencana alam dan kejadian seperti ini. Pesawat hilang kontak.

Beberapa menit kemudian, mulai muncul press release pesawat jatuh di perairan kepulauan seribu, saksinya beberapa nelayan di sana. Twitter semakin ramai. Dan kini, pemberitaan semakin santer.

Ada beberapa hal yang saya rasakan jika berkaitan dengan renungan awal tahun 2021 ini.

Ajal tidak ada yang tahu

Secanggih apapun manusia menciptakan teknologi, tetap saja, tidak ada yang abadi, yang sempurna. Jika ajal sudah tertulis, mau kita bersembunyi di kotak ter-aman di dunia sekalipun, ketika Allah berkehendak ‘Kun’ maka ‘fayakun’, jadilah.

Semua orang yang bepergian, pasti ingin tiba dengan selamat. Namun jika Allah berkehendak untuk tidak tiba di tujuan, tak akan mampu siapapun membuat prediksi bahkan mengatur waktu 1 detik yang akan datang.

Jejak yang Ditinggalkan

Tanpa sengaja, hari ini saya membaca kisah dari cerita seorang publik figur yang mengisahkan tentang Kapten Afwan, kapten yang bertugas di dalam pesawat nahas itu. Betapa beliau adalah sosok yang baik, religius dan senantiasa memberikan jejak baik pada sekelilingnya. MasyaaAllah.

Saya jadi berpikir kembali, legacy apa yang nanti saya tinggalkan di dunia ini jika sudah tiba batas waktu tersebut? Wallahu’alam. Ilmu pun sungguh masih sedikit, sikap-sikap yang masih kurang baik masih perlu saya tambal sulam, begitu banyak kekurangan, namun diri ini tak berhenti meminta dan berusaha untuk terus belajar dan mengkaji islam dengan baik untuk menjadi bekal abadi.

Rasa Empati yang Terkikis

Entah bagaimana, hidup di zaman digital kali ini, begitu banyak yang kekurangan mengasah empati. Di kala rasa sedih menyelimuti keluarga korban, masih saja ada yang saling debat bahkan menyebarkan kata yang tidak pantas, saling menyalahkan dan membuat statemen yang tak seharusnya.

Media sosial memang menjadi percepatan informasi, namun ketika empati tak digunakan, yang ada hanyalah ilusi, semua mengejar ego diri sendiri. Padahal, jika kita mau bersabar sedikit, toh nanti akan natural mengalir semua cerita dari pihak keluarga korban, tak perlu dikejar-kejar sedemikian rupa. Mirisnya lagi, mulai bermunculan ahli peramal yang mengikis ketauhidan diri para pembacanya.

Dunia adalah Tempat Senda Gurau

Saat saya mengetik post blog ini, nyamuk beterbangan di sekitar. Terpaksa saya gunakan raket nyamuk untuk menghalaunya. Di saat seekor nyamuk terkena sengatan jaring-jaring raket, seketika saya membayangkan seekor pesawat yang meledak di antaranya. Betapa kecil dan lemahnya manusia di belantara muka bumi ini, mungkin seujung kuku nyamuk. Jadi teringat sebuah hadist :

Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’). Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/6822-tak-lebih-berharga-dari-sehelai-sayap-nyamuk.html

Dan surat Al-An’am : 32, “Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?”

Sampai saya tulis di facebook berupa vidio dari sebuah instagram vidiografer terkait peringatan terhadap berhati-hati di dunia : https://web.facebook.com/100001229081681/videos/4050245838359679/

Mungkin, bagi sebagian orang menganggap bahwa yang selamat tidak jadi naik ke pesawat adalah orang yang beruntung. Namun, di sisi Allah, siapa tahu, justru yang Allah panggil duluan itulah yang terbaik dan sholih amalnya. Wallahu’alam. Hanya kita yang masih diberi kesempatan hidup ini yang tinggal menunggu ‘giliran’.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *