1. BUNDA SAYANG INSTITUT IBU PROFESIONAL

Game Bunda Sayang #BunSay Level 3 #Day 5 : Meningkatkan Kecerdasan Anak

Hari ke-5

Masih fokus meningkatkan kecerdasan emosi anak ^^

Hari ini super selow, sangat selow dan mager detected seharian. Walaupun kami bangun pagi-pagi banget. Pun demikian dengan Syahid, ia ikut bangun pagi jam 4 belum subuh. Kami terbangun karena bunyi jam duduk-jam manual yang bunyi bekernya super nyaring itu haha (jam baru, diletakkan di nakas samping kasur). Syahid sontak nangis karena kaget dan enggak nyaman.

Setelah dia mandi, ikut ke masjid mulailah dengan eksplorasi kegiatan. Hari ini fokus di pretend play (Syahid jadi penjual makanan yang merangkap jadi koki) dari pagi hingga malam, wkwk.

Pagi-pagi setelah Syahid salim ke abi yang berangkat kerja, dia dengan sigap membawa alat tempur untuk memasak.

Saya sendiri enggak tau karena mata ini kriyep-kriyep ngantuk, setelah rebahan sejenak barulah saya dekati dia dan waw, ternyata Syahid menuang-nuang tepung ke wadah kecil-kecil sambil nyengir “Mi, Syahid bikin kue.”

Melihat pemandangan lantai -yang dalam inmajinasi saya bakali penuh dengan tepung terigu ini- plus ada sekilo yang diletakkannya di bawah (masih dalam wadah asalnya), secepat kilat saya amankan wadah tepung itu ke dapur-dan saya biarkan yang sudah dituang-tuang yang lain agar tetap dimainkan oleh Syahid *emak hemat wkwk

Syahid mulai bosan dengan apa yang dia lakukan karena saya kurang meresponnya (lha iya lah, umi kan lagi baca dan nulis-nulis Hid.) -__-

Syahid mulai mencari perhatian, dia mengambil beberapa brosur dan naik ke atas kasur, duduk tepat di samping saya. Syahid mulai menghibur, jadi pemusik, dia bikin terompet.

Terjadilah dialog random :

Saya : Hid, tadi bikin apa?

Syahid : Tepung mi, Syahid main tepung

Saya : Mau bikin apa?

Syahid : Mau bikin kue, mi *sambil melonjak-lonjak girang

Saya : Oh, kalau ini apa? *nunjuk gulungan brosur yang disembur-semburnya

Syahid : tlompet mi, teeet teeet teeet..

Saya : -_- well, you’re so creative boy.

Menurut Abah Ihsan, di usia batita ini perkembangan emosi anak memang lagi ada di fase terbaiknya, ia belajar mempercayai sekitar, mempercayai dirinya dan merasa bangga akan pencapaian yang dibuat serta sudah mampu menyampaikan pendapatnya. Oleh karena itu, setiap hal apapun yang dia buat sebisa mungkin saya puji berdasar apa yang sudah dilakukannya. Karena anak perlu memiliki kepercayaan diri dan menyukai diri sendiri (self confidence).

Usia batita memang sudah masuk fase pretend play, ia akan berpura-pura dan menirukan segala hal yang dilihat olehnya. Saya lihat Syahidpun demikian, dia akan menirukan peristiwa keseharian, ia mengalami emosi-emosi kuat yang belum sepenuhnya ia pahami. Misalnya Syahid melihat saya menggunakan bedak, maka suatu hari dia mengambil bedak dan menempel-nempelkan ke pipi saya. Saya tanya kenapa? katanya mau bantu umi pakai bedak, kenapa? karena Syahid lelaki enggak pakai bedak wkwkwkwk.

Pun seringkali ia mengucapkan kata tapi ia enggak meletakkan pada kondisi yang sesuai. Misalnya kata ‘takut’ dan ‘kaget’.

Misalnya, “Mi…Syahid takut adzan.”

Hah?! jika seandainya saya enggak bertanya lebih dalam dan langsung memarahinya pastilah akan terjadi miskom yang menakutkan, namun saya pilih untuk menahan nafas dan menanyakan langsung.

“Syahid takut kenapa?”

“Itu mi..Syahid takut mic, mic buat adzan..”

Oalah setelah selidik penuh selidik saya baru paham kalau Syahid pernah trauma ketika masuk mesjid dan mic didalam masjid untuk adzan bersuara keras memekakkan telinga, dia kaget dan enggak suka. Maka setiap kali ada adzan, Syahid bilang “Mi..takut..takut..”

Dari sana sayalah yang harus meluruskan itu.

“Hid, mic itu untuk adzan, jadi bukan adzannya yang Syahid harus takut. Takut itu hanya pada Allah ya sayang.”

Kemudian suatu hari melihat petir, dia takut dan menangis sambil memeluk saya kuat, “Mi..Syahid takut petir”

Saya katakan sekali lagi dengan kalimat yang hampir mirip diatas bahwa petir itu ciptaan Allah dan kita hanya perlu takut pada Allah. Perasaan takut itu bukan takut sesungguhnya melainkan karena kaget. Maka, sejak itulah setiap ada sesuatu yang mengagetkan, Syahid mengganti kosakatanya dengan kata ‘kaget’.

Tadi siang pun begitu, ketika seorang tetangga menyalakan motornya dengan sekencang-kencangnya suara, Syahid melonjak kaget, reflek bilang “Mi, Syahid kaget.”

Selesai itu, saya mulai memasukkan pengenalan ego yang lain, yaitu sedih. Sedih itu perasaan enggak enak, enggak nyaman. Sedih bisa ditandai dengan keluarnya air mata dan perasaan yang Syahid merasa kurang nyaman. Walaupun belum berhasil penuh menjelaskan kata ‘sedih’, namun cukup lumayanlah untuk hari ini.

Sore hari, Syahid kembali menekuni pretend playnya, jadi koki. Kali ini dipadudapankan dengan messy play, yaitu mengaduk tepung yang pagi tadi dikelompokkan ditambah dengan sedikit air. Malam hari, dia menekuni pretend play jadi arsitek-membuat tangga, sayangnya tangga yang dibuatnya dari lego tidak seimbang, Syahid nangis dan merasa putus asa hingga kahirnya saya harus turun tangan membantunya.

Untuk hari ini (day 5) cukup itu saja, semoga esok lebih baik lagi.

 

Tinggalkan Balasan