3. BUNDA PRODUKTIF INSTITUT IBU PROFESIONAL

Jurnal Membangun Zona Passion Hexagonia

Hari ini, tepat setelah menyimak diskusi dari Mardika seputar materi Zona Passion, grup cohousing kepenulisan melanjutkan diskusi penugasan dari pukul 8 malam. Sebenarnya dari siang tadi sudah dibahas tipis-tipis, tapi lebih afdol setelah menyimak pemaparan Mardika di FBG dilalui. Terutama yang berkaitan dengan projects cohousing.

Saya pribadi, sudah mengerjakan isian template dari tadi siang. Namun karena malam ini perlu diskusi dan ternyata ada perubahan template juga, maka saya mengerjakan ulang. Bismillah, saatnya merangkai alur cerita untuk memasuki zona baru ini : Zona Passion Hexagonia.

Zona Passion Pribadi

Sejak kecil, saya memang hidup menyepi, sendiri. Menggemari dunia baca-tulis, sejak awal mula bisa membaca serta menulis. Saya terlahir tanpa diasuh langsung oleh kedua ortu, hidup dalam keterbatasan ekonomi kakek nenek yang memang hanya seorang buruh. Di rumah pun tak ada televisi yang menghiasi hari-hari, saya hanya berteman dengan buku serta kertas yang tak pernah protes saya kuliti. Ya, book addicted sejak dini. Hal ini saya rasa karena saya tak memiliki saudara, sementara kehidupan bersosial kala itu tak terlalu sehat jika dituruti.

Singkat cerita, mulai menggeluti serius dunia kepenulisan dari penilaian seorang guru di masa SMA. Dari sana saya terlibat dengan klub teater, redaksi majalan sekolah, hingga jurnalistik. Kegiatan menulis, membaca hingga bertatap muka dengan orang untuk menggali isi pikirannya kerap saya lakukan. Sampai pada akhirnya, saya bisa kuliah pun berkat aktivitas menulis juga. Kemudian, pasca kuliah di bangku teknik, saya menikah dan membuat buku melalui penerbit mayor, Bentang Pustaka. Sampai detik ini, saya masih terikat dengannya. Maka, passion saya sudah jelas : menulis.

Life Stage Passion

Dalam perkuliahan ini, ada beberapa hal yang perlu saya gali sendiri. Yaitu Life stage passion, dimana kondisi passion itu saya rasakan dan perlu perjuangkan berdasar tangga strata posisinya. Setidaknya ada 4 stages :

  1. Fundamental. Dalam hal ini, umumnya terjadi pada usia anak-anak hingga 20 tahun. Cirinya : bebas, energik, eksploratif, imajinatif, belajar mencari solusi, mulai mengenal ‘tekanan’. Fase ini, posisi passion ditujukan sebagai wawasan atau pengetahuan (passion for knowledge). Jika pun suatu saat naik jenjangnya, ia tetap melekat pada diri kita.
  2. Forefront. Di tahap ini, umumnya di usia 20-40 tahun, passion tak lagi sekadar menjadi passion, ia mulai naik ‘karirnya’. Cirinya : mulai menambah penghasilan, ingin mandiri, mencari pasangan hidup, finansial bagus, dan membangun reputasi berkomunitas. Alhamdulillah, semuanya sudah terpenuhi. Passion ini sudah menjadi penghasilan, Passion for business.
  3. Foster. Usia generalnya mulai 40 hingga 60 tahun. Passion sudah melampaui bisnis dan mulai bisa melakukan refleksi. Hal ini juga mulai saya rasakan, walau usia saya masih 30 tahun. Salah satu cirinya : relatif lebih mapan dari fase sebelumnya, sudah mulai bisa berbagi, mulai berkontribusi mendukung sesama dan midlife crisis mulai merenung (walau belum mencapai mid life, namun saya banyak melakukan perenungan diri juga). Di tahap ini, passion sudah berubah wujud untuk melayani, passion for service.
  4. Final. Konon, menjadi bagian dari fase bonus, usia 60 tahun ke atas. Passion for people. Tandanya : memiliki banyak pengalaman hidup, terdorong membantu sesama, bijaksana, menghargai setiap momen kehidupan. Dalam tahap ini, semua jenjang sebelumnya, sudah dipenuhi dan terpenuhi secara otomatis. Mungkin usia boleh muda, namun bisa saja, ada beberapa orang yang sudah di tahap ini, tahap sultan ya kayaknya untuk finansialnya. Hehehe.

Lalu, saya di tahapan mana?

Antara forefront & foster.

Ya, saya merasa bahwa kehidupan ekonomi jauuuuuh lebih baik dan Alhamdulillah tidak kekurangan sebagaimana kehidupan saya 25 tahun lalu. Karena sejak kecil memang terbiasa ‘minimalis’ dan kemampuan finansial dibawah rata-rata, itulah kenapa bisa sampai kuliah full beasiswa dan menikah tanpa drama biaya pun sudah melebihi ekspektasi pikiran udik saya dulu. Karena pendidikan dan pernikahan, dulu, bagi saya seperti momok menakutkan. Namun bisa dilalui dengan baik. Hingga melalui passion menulis pun menjadi jalan untuk keduanya.

Selain itu, beberapa passion lain, sudah mulai berkembang walau perlahan saya delegasikan. Semoga membawa kebermanfaatan bagi yang mengerjakan. Kini, fokus saya tak lagi soal bagaimana mencari penghasilan, melainkan bagaimana sebuah penghasilan menghampiri dari berbagai arah melalui passion yang saya lakukan. InsyaaAllah saling melengkapi, for business & for services.

Hard Skill & Soft Skill

Jika ditanya, misalnya berkaitan dengan pelatihan dunia kepenulisan, saya bagi menjadi dua.

Hard Skills :

  • Workshop Jurnalistik (2008)
  • Pelatihan Karya Tulis Ilmiah (2009)
  • Workshop Kepenulisan Perpustakaan ITS (2010)
  • Pelatihan ‘being a Novelist’ bersama Bunda Ary Nilandari (2019)
  • Pelatihan Sebulan Menulis Novel Bersama Bu Nesri Baidani (2020)
  • Kaizen Writing Workshop Dee Lestari Batch 1 (2020).
  • Pelatihan Menulis Kalimat Efektif bersama Jia Effendi (2021).

Soft Skills :

  • Self Healing, Hypnosis (2018)
  • Self Talk Awareness – MIndset Skill by Hermawan GS, S.E., M.M (2018)
  • Everyday Mindfulness (student online course – Udemy 2019)
  • Mindfulness Practitioner Diploma with Kain Ramsay (Level I, II, III, & Master 2019)
  • Confidence On Camera with Alexa Fischer (2019)
  • Berdamai dengan Inner Child ‘Dance with my Father’ by Adadikamu (September 2020)
  • Simple Families Foundation by Denaye Barahona (Februari 2021)
  • The Mental Unload, class by Denaye Barahona (11 Februari-18 Februari 2021)
  • Writing Therapy by KEPIK (Kelompok Insan Kreatif, Tanggal 4,5,18,19 September 2021)

Untuk kemampuan pribadi, saya :

Hard Skills : Blogging, Writing Non-Fiction, Jurnalistic, Mauscript’s Editing, Typewriting, Podcasting.

Soft Skills : Good Communication, Learner, Focus, Self Healing, Decluttering-Organizing, Book Warm.

Terkait fokus, saya termasuk orang yang sulit mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Dan paling betah berlama-lama di depan layar monitor untuk mengetik.

Tantangan

Terlalu Banyak Projects

Ya, boleh saya akui, beberapa proyek yang saya kerjakan terlalu banyak. Mulai dari beberapa hal yang saya gemari hingga yang menjadi tanggungan belum saya penuhi. Awalnya saya mengukur diri bahwa saya bisa dan mampu, namun terkesan memaksakan diri, hasilnya, kurang optimal dan banyak yang terbengkalai. Belum lagi, godaan ide-ide baru yang terus bermunculan. Menjadikan proyek yang saya kerjakan, membludak.

Menunda-nunda

Faktor lainnya, menunda-nunda. Semakin besar dan banyak hal yang saya tunda, semakin menantang dan kini merepotkan diri sendiri. Saya menunda pun sebenarnya bukan tanpa alasan, mulai dari pasca terpapar covid, hamil, kondisi yang tak menentu (mual muntah) di trimester pertama, hingga terlena melakukan hal yang menyenangkan lainnya. Misalnya, alih-alih menyelesaikan naskah, saya malah main podcast dengan ringannya. Kemudian up and down, moody, hingga hal-hal yang membuat saya jadi jauh dari target mula.

Perfeksionis

Ya, penyakit sejak dulu, all or nothing at all alisa perfeksionis. Inginnya sempurna, mau ngerjakan keseluruhan beres, atau tidak sama sekali. Hal ini menyebabkan diri saya ‘menggampangkan’ proyek, kemudian menyesal karena tidak melakukannya jauh-jauh hari. Sifat ini yang saya peroleh sejak kecil, membereskan rumah orang sekaligus atau tidak sama sekali (menolak membersihkan) saat dipanggil berbenah. Pun ketika menulis, kebiasaan under pressure dunia jurnalistik, wawancara cepat dan menyelesaikan tulisan cepat, ritmenya terbawa hingga kini.

Banyak Distraksi-Pikiran

Sebenarnya ini hanya ‘alasan’ semata. Karena distraksi hadir jika saya mengizinkannya. Paling banyak ya dari gadget. Walau tak separah dulu, tapi terasa banget, saat bergadget, saya jadi tidak produktif. Selain itu, pikiran yang terus berputar berbagai jenis ide, juga menggoda fokus saya untuk beralih projects. Benar-benar menantang!

Solusi

Lalu, gimana cara mengatasinya?

Setidaknya saya bagi kedalam 2 solusi. Solusi 1 dan 2.

Solusi pertama, ini lebih kepada hal yang mendesak, perlu waktu cepat dan segera. Bukan lagi preventif atau mencegah, namun lebih kepada langsung mengatasi akarnya. Saya akan melakukan beberapa hal, yakni :

  • Memperbaiki ‘Kalkulator Komitmen’. yaitu sebuah kontrak karya saya untuk lebih konsisten dan komintmen pada perhitungan durasi proyek dan kemampuan menyelesaikan. Selama ini saya kurang berpegang padanya.
  • Menetapkan MIT (most important tasks). Ini penting, saya tetapkan satu hal saja dulu, tentunya paling mudah dan membuat saya semangat kembali untuk menulis utang naskah.
  • Segera menyelesaikan tanggungan naskah. Ini tentu output dari solusi pertama. Penting dan mendesak.

Solusi kedua :

  • Menghubungi Penerbit, untuk asistensi rutin/berkala. Hal ini akan saya lakukan jika naskah saya sudah saya bereskan, terutama fase self ERR (edit, revise, rewrite). Supaya enak tektokannya, dan bisa lebih terarah. Sebenarnya SPV yang sudah beberapa bulan lalu saya hubungi (SPV Non-Fiksi Bentang Pustaka) sudah memberi ruang dan mempersilahkan untuk saya asistensi, namun dasarnya memang proses editing saya melambat, jadi perlu saya kejar lagi, perlu diselesaikan.
  • Decluttering mind. Salah satunya dengan jurnaling. Tentu ini tak harus setiap hari, karena keterbatasan tenaga juga, semoga sepekan sekali, saya bisa konsisten.
  • Belajar ‘tega’ dan ‘membatasi diri’. Nah, ini, penting banget. Saya perlu tega dan membatasi diri saya untuk tidak ‘semua hal bisa saya lakukan’. Sebab jika tidak membuat batasan, segala proyek saya akan semakin berantakan. Hiks.

Ide Passion

Tentu berkaitan dengan dunia kepenulisan. Rencana ke depan, saya akan membuat :

  • Podcast seputar buku yang ditulis.
  • Buku Solo.
  • Buku bareng Suami.
  • Buku bareng tetangga.
  • Novel untuk Hadiah ke diri sendiri.

Fokus Projects Passion Pribadi : Buku Solo.

Zona Passion Cohouse

Berbeda halnya dengan passion pribadi, kali ini jiwa introvert saya perlu permisi melipir dulu lagi. Ya, saya harus nyemplung ke cohousing untuk berdiskusi membahas passion canvas di grup komplek cohouse. Namun, karena sudah terlalu larut malam, untuk namanya belum bisa dipastikan. Maka, sementara saya tulis ‘masih direnungkan’.

Namun, untuk fokus projectnya sudah mulai jelas, membuat kelas. Durasinya 6 bulan. Adapun untuk teknisnya, akan disepakati sambil jalan.

Solusi yang ditawarkan :

1. Memberi wadah bagi hexagonia untuk meningkatkan pemahaman tentang kepenulisan.

2. Membantu para hexagonia memahami pondasi dasar menulis. 3. Memfasilitasi hexagonia untuk meningkatkan kemampuan menulis dengan tata bahasa yang baik.

4. Memberikan gambaran seputar dunia penerbitan, bagi yang ingin menerbitkan buku.

5. Memberikan jarah alan bagi profesi apapun dalam menambah portofolio melalui buku yang diciptakan.

6. Menjadikan dunia kepenulisan, bagian dari peradaban dan kehidupan sehingga peserta mampu ‘going to the extra miles’ melalui buku.

[UPDATED]

Nama Project Passion (3 kata unik) : Selasar Aksara Unboxing

Demikian jurnal kali ini, adapun jika nanti ada informasi tambahan, akan saya update di sini. 🙂

Semangat passionated!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *