DAILY PARENTING

Let’s Read : Penuhi Hak Anak Mendapatkan Bacaan yang Tepat dan Menyenangkan

Persaingan hidup pada zaman digital yang diiringi perkembangan teknologi super massive hari ini begitu menantang. Di satu sisi, pengasuhan semakin berat, berlomba dengan adanya disrupsi di berbagai sektor dampak dari berbagai inovasi baru. Banyak yang perlu kita kerjakan sebagai orang dewasa, namun sebagai orang tua, kita memiliki kewajiban untuk menunaikan hak anak yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa. Tidak perlu naif, semua orang tua tentu mendambakan anaknya kelak menjadi lebih baik dari hidupnya sendiri.

Sayangnya, kesenjangan sosial, ekonomi serta pemerataan akses pendidikan belum semua daerah bahkan Negara di dunia bisa ratakan atau selaraskan bersama. Dalam bidang pendidikan serta pemberdayaan manusia, perlu adanya persebaran akses ilmu-ilmu pengetahuan yang biasanya diedarkan secara tertutup, untuk bisa diakses secara komplit dan lulus uji- terhindar dari hoax, sebagaimana yang beredar di era pandemi- hanya bisa dilakukan melalui sebuah subyek yang disebut dengan buku. Belum ada satupun yang mampu menggeser peranan buku, entah fisik maupun digital, untuk dijadikan alat bantu perkembangan manusia. Terutama khusus anak, buku-buku yang diedarkan nyaris kalah jauh dari perkembangan buku orang dewasa. Sayangnya tidak semua anak memiliki akses, masih banyak penduduk yang kesulitan meraih hak itu, terutama generasi anak-anak yang hidup di bawah lingkungan penuh tekanan, konflik serta kemiskinan.

Saya masih ingat, sejak kecil, saya juga hidup di lingkungan yang miskin. Saya merasakan betul saat itu, bagaimana sulitnya mengakses ilmu pengetahuan di luar bangku sekolah, terutama buku-buku yang bagus. Keluarga inti saya porak poranda sebab ayah dan ibu berpisah, saya diasuh oleh kakek dan nenek yang miskin, jangankan untuk membeli buku, makan sehari-hari sungguh susah. Boleh dibilang, saya menjalani sekolah waktu itu, sebab terbantu dengan adanya keringanan ekonomi yang diberikan oleh pihak sekolah, dengan kompensasi bahwa saya harus giat belajar dan mendapat nilai yang baik.

Ketika saya duduk di bangku sekolah pertama dan menengah, saya mendekati beberapa kawan yang memang memiliki buku bacaan yang bagus. Alternatifnya, saya harus masuk kelas unggulan dan mendekati beberapa anak orang kaya yang memiliki buku bacaan yang menyenangkan di luar buku perpustakaan. Selain usaha mendekati teman, usaha lama saya teruskan, menjadi anggota perpustakaan dengan kartu sakti, kartu peminjaman buku yang darinya saya mewujud menjadi sosok peminjam buku terbanyak dan tercepat setiap semester. Seringkali saya mengincar buku baru yang ada dalam rak kaca yang bertulis ‘tidak boleh dipinjam, limited edition’ sambil memohon pada petugas perpustakaan agar saya bisa meminjam lebih dulu sebelum diedarkan secara gratis. Well, begitulah saya hidup saat itu, mengakses buku adalah sebuah kemewahan luar biasa.

Saya hidup di keluarga yang tidak menyediakan televisi, maka hiburan sehari-hari saya adalah buku yang saya pinjam dari perpustakaan itu. Pola aktifitas ini terus terbawa hingga saya kuliah, bahkan saat sudah berumah tangga, dan kini, saya menjadi seorang ibu. Sejak lima tahun lalu, saat anak saya masih bayi, saya terobsesi untuk menyediakan buku di rumah, tidak menyediakan televisi, agar banyak waktu untuk membaca buku, dan selalu saya utamakan untuk menyediakan rak-rak buku khusus untuk anak. Hingga tanpa terasa, isi rumah pun penuh.

Sayangnya, semakin saya membeli banyak buku, rumah kontrakan semakin sesak, saat pindahan ke kontrakan demi kontrakan, effortnya luar biasa dan keuangan jebol tak karuan. Saat itu, saya berdalih hanya ingin melakukan balas budi pada diri kecil saya untuk memenuhi buku bacaan yang keren dan bagus agar bisa dibaca oleh anak saya. Demikianlah inner child mendorong untuk menunaikan obsesi itu dan saya pun menyesal. Di saat saya kekurangan uang, akhirnya mau tidak mau, beberapa buku premium milik anak, saya jual.

Akhir-akhir ini, saya mulai mengurangi barang di rumah, hijrah menuju hidup minimalis. Saya menyingkirkan sekitar 4 lemari buku beserta isinya untuk mengurangi beban, kecuali buku anak, hanya sedikit yang saya keluarkan. Namun saya mulai sadar bahwa kegiatan membaca yang kami terapkan di rumah sebenarnya tidak harus selaras dengan jumlah buku yang saya miliki. Saya bisa meminjam ke teman, perpustakaan atau membaca versi digital. Yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan membaca dan membacakan buku, sebab hasilnya sungguh membawa perubahan besar. Banyak ide yang tercetus dan menjadi jalan rezeki saya dan suami sebab kebiasaan membaca kami di rumah.

Membangun Kebiasaan Membaca

Kebiasaan membaca pada anak, sangat bergantung dari kebiasaan orang tua di masing-masing rumah. Saya masih ingat, sejak kecil, saya diasuh oleh kakek yang suka membaca buku. Walaupun beliau hidup susah, menjadi pekerja kasar setiap hari, memeras fisik hanya untuk sesuap nasi, namun kakek gemar membaca. Setiap pulang dari bekerja, kakek membawakan beberapa buku bekas agar saya baca. Bahkan sebelum beliau meninggal dunia, masih sempat memeriksa buku pelajaran dan membaca beberapa.

Kakek selalu berpesan bahwa saya harus pintar, giat belajar dan rajin membaca, agar hidup saya berubah lebih baik. Oleh sebab itu, saya membiasakan diri setiap hari untuk membaca, meminjam buku di perpustakaan, hingga mampu kuliah dengan beasiswa. Setelah berkecukupan, saya bisa membeli berbagai buku bacaan baru hingga menerapkan kebiasaan membacakan buku anak, sejak anak saya lahir.

Membangun kebiasaan tidaklah mudah, apalagi kebiasaan seperti membaca, yang di zaman ini mulai tergerus dengan fenomena perubahan teknologi- internet- yang memakan banyak waktu untuk scrolling media sosial. Dalam buku ‘Habits of a Happy Brain’ karya Loretta Breuning menjelaskan bahwa membangun kebiasaan sama seperti sedang membuat jalan baru untuk neurons (sistem saraf pusat). Biasanya kita berjalan di jalan raya yang sudah jelas jalurnya, namun kita harus beralih menuju hutan antah berantah dan membuka jalan sendiri setahap demi setahap. Entah menyenangkan atau menyakitkan saat membuka jalan baru, yang jelas, di saat kita telah melakukannya, setidaknya 45 hari secara kontinu, maka kebahagiaan itu akan tercapai sebab kita sudah berhasil membuat jalan raya baru tersebut.

Rasa bahagia terjadi sebab melibatkan 4 neurotransmitter (serotonin, dopamin, oksitosin dan endorpin). Ke-empat neurotransmitter di otak inilah yang menciptakan kebahagiaan. Yang jelas, otak kita tidak bisa membuat perasaan bahagia sepanjang waktu, sebab cara kerjanya amat cepat, sekejap dan impulsif. Otak kita tidak melepaskan zat kimia bahagia sampai ia menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup, entah itu makanan, minuman, atau sosial. Dengan demikian, ketika kita merasa tidak memiliki tantangan dan kemampuan bertahan hidup, maka sangat mustahil untuk bisa merasakan kebahagiaan. Sebab otak bahagia memiliki cara kerja dari situasi momen ‘peluang bertahan hidup’ kepada kondisi momen ‘bertahan hidup’ lainnya.

Sistem kerja otak kita tidak membaca perasaan itu menyenangkan atau tidak, respons kerjanya sama saja. Maka, jika kita ingin membangun kebiasaan yang bahagia atau menyenangkan, perlu mengaktifkan lagi 4 neurotransmitter itu, bahkan kita bisa mengendalikannya jika sudah dilatih. Terutama pada anak, perlu anak merasa dicintai, dibuat gembira dan nyaman, sebelum kita kenalkan kebiasaan baru, terutama membaca buku setiap hari. Selain itu, perlu dicatat bahwa sebagai orang tua, kita sendiri perlu memberikannya contoh. Kita harus berubah, jika menginginkan anak juga demikian. Karena anak adalah cerminan diri.

Manfaat Membacakan Buku pada Anak

Sudah banyak artikel menjelaskan tentang hal ini. Namun yang bisa saya dan keluarga rasakan dengan memiliki kebiasaan membaca, terutama pada anak adalah perkembangan bahasanya yang luar biasa. Terutama ketika membaca buku dengan lantang.

Di saat saya membacakan buku dengan lantang, buku apa saja, terutama saat anak masih bayi (di bawah 1 tahun) maka anak akan mendengarkan dan menyerapnya, tidak peduli apa itu kontennya. Dengan membaca lantang di usia bayi anak, saya sebagai orang tua dapat memberikan stimulasi gemar membaca apa pun di waktu itu tanpa perlu diprotes anak (kini, anak saya sudah berusia 5 tahun, selalu memilih-milih sendiri buku yang dia baca setiap hari).

Membaca dengan lantang, tidak perlu terlalu lama, asalkan konsisten, setiap hari. Buku apa saja. Yang penting adalah suara kita, irama teks dan kata-katanya itu sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah kata yang diekspos pada bayi memiliki dampak langsung pada perkembangan bahasa dan literasinya. Syarat utamanya adalah susunan bahasanya harus ‘hidup’, secara pribadi atau khusus, ‘suara kita’ memang diarahkan pada anak dan wajib dibacakan oleh manusia (dalam hal ini, paling utama adalah kita sebagai ibunya). Maka, jika boleh disimpulkan, dalam hal ini adalah metode membaca lantang, menghidupkan televisi atau bahkan buku audio, tidak masuk hitungan. Kenapa berbeda? sebab suara dari elektronik itu ‘tidak hidup’. Agar sampai ke dalam jiwa anak, pastikan saat sedang membacakan, kita bisa menikmatinya juga. Efek dari membaca bisa kita rasakan di kehidupan sehari-harinya.

Pernah suatu hari, anak saya bermain dengan kawannya dan kawannya ini jatuh, kakinya mengeluarkan darah. Yang terjadi adalah anak saya dengan sigap menuju ke rumah sambil membawa temannya yang sedang terluka, ia mencari kotak obat dan memberi instruksi ke temannya agar mencuci luka kakinya dulu, setelah dikeringkan kemudian dia beri obat. Padahal usianya masih balita namun bisa peka dan paham urutan mengobati luka. Setelah saya perhatikan, ternyata buku yang selama itu saya bacakan setiap malam, dia praktikkan. Buku tentang P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) versi anak-anak dan ketika sedang membacakannya dalam kondisi yang menyenangkan. Padahal buku itu cukup berat, hanya saja didukung oleh ilustrasi yang menarik, meliputi luka akibat jatuh dan tergores, terbakar, lebam, ngilu dan seterusnya. Ternyata, buku-buku yang selama ini saya anggap hanya sekadar dibaca, begitu berdampak di kehidupan sehari-harinya.

Membaca buku di usia dini bukan berarti anak diajari untuk memiliki kamampuan mengeja atau membaca huruf. Bukan itu. Namun bagaimana anak menyukai membaca, menyenangi kegiatan belajar dan mengasah rasa keingintahuannya untuk berpikir kritis, jauh lebih penting dan dibutuhkan untuk masa depannya.

Bagaimana Cara Membacakan Buku pada Anak?

Membacakan langsung pada anak tentu berbeda-beda konsepnya antar orang tua kepada anaknya, biasanya saya gunakan indera di tubuh secara optimal dengan suara yang prima. Bayi yang dibacakan buku dan ia merasa bahwa belajar membaca itu menyenangkan, dapat didukung dengan cara melibatkan semua indera: rasa sensasi saat membuka halaman, aroma kertas dan perekatnya atau lem, visual dari ilustrasinya. Bahkan suara kita sebagai orang tua juga menjadi modal utama. Untuk melatih motoriknya, kita bisa mencoba dengan buku bertekstur, sebab ini sangat bagus untuk pengalaman megasah indera sentuhan pada anak.

Selain itu, lakukan kontak mata, tetapi jangan mencari reaksi tertentu dari anak. Walau terlihat anak kita tidak mendengarkan, tidak memperhatikan atau fokusnya masih pendek, tetapi sebenarnya ia menyerap pengalaman itu. Dan sebab pola, rutinitas, dan kebiasaan perhatian yang ditetapkan, maka sejak itu hingga sekarang, kemungkinan besar apa yang selama ini kita rutinkan kelak menjadi karakter yang akan bertahan seumur hidup.

Saat membacakan buku, saya biarkan anak berbicara, selain untuk melihat daya tangkapnya, juga bisa meluruskan kosa katanya. Saat masih bayi, mungkin anak mulai mengeluarkan suara, walau hanya bergumam atau terdengar seperti berkumur, sebagai respons atas bacaan kita yang anak dengar, walau suara yang ia keluarkan tidak dipahami sekalipun. Tetap ajak berdialog dan berikan feedback.

Suara orang tua adalah hiburan bagi anak. Itulah sebabnya mengapa banyak buku yang diedarkan saat ini berisi kata-kata atau suara binatang yang berasal dari dalam buku. Padahal suara itu tidak akan merespons anak kita sama sekali. Coba jika anak sedang bersuara, kita tanggapi. Bagi yang melihat dan kurang memahami dunia anak, mungkin tampak aneh, akan tetapi ini adalah komunikasi. Akan ada persamaan pandangan saat kita bercengkerama dengan anak. Terasa bonding atau kelekatan aura kita, aura positif orang tua pada anak yang kelak terus dibawa olehnya, menjadi memori panjang yang luar biasa.

Faktor penting untuk menciptakan membaca yang menyenangkan, selain dari indera dan kontak mata pada anak, adalah jenis bukunya. Apakah buku itu menarik, tepat, cocok sesuai usianya, atau justru kurang tepat dan membosankan?

Buku anak cenderung buku yang bergambar dengan susunan kata yang sederhana. Kabar baiknya adalah bahwa penulis dan ilustrator terbaik buku anak, juga bertujuan untuk menyenangkan audiens mereka yang sudah dewasa. Maka, ketika kita membacakan buku anak sebenarnya adalah bagian dari ‘refreshing’ bacaan kita.

Nah, masalahnya, buku-buku anak cenderung ‘berbunyi’ harganya. Padahal penentu karakter, nilai serta kebiasaan kelak bisa datang dari buku-buku di masa kecil. Saya masih ingat, upaya saya membersihkan gudang orang hanya untuk mendapat buku lungsuran atau majalah bekas anak-anak di masa SD dulu. Bahkan beberapa cerita dari majalah, buku serta komik di masa kecil, sampai saat ini masih saya rekam dan membentuk sebagian kepribadian. Salah satunya, saya gemar menulis dan bersikap romantis karena karya-karya besar beberapa penulis di zaman itu.

Jika masalahnya adalah keterbatasan akses terhadap buku-buku yang legal dan menawan, tidak mampu beli, pastikan para ayah-bunda mengakses buku anak melalui aplikasi let’s read!

Let’s Read

Seperti angin segar turun dari pegunungan, Let’s Read diluncurkan oleh Asia Foundation, merupakan sebuah platform perpustakaan digital gratis di Asia untuk anak-anak, solusi lokal untuk mengatasi kelangkaan buku di Asia. Let’s Read menyatukan kekuatan teknologi dengan penulis, ilustrator, penerbit, dan penerjemah lokal untuk membongkar hambatan para orang tua dalam mengakses buku berbahasa lokal.

Kurangnya akses kepada sumber baca inilah yang telah menghalangi jutaan orang untuk membaca dan belajar. Let’s Read mengumpulkan ratusan kreator dan penerjemah muda di berbagai negara, membangun perpustakaan untuk lebih dari 2.000 buku dalam 20 bahasa. Pada tahun 2018 hampir 90.000 buku telah dibaca, dan perpustakaan tersebut sekarang diakses lebih dari 100 negara.

source : https://reader.letsreadasia.org/about

Cara mendapatkan akses ini, sangat mudah, tanpa perlu register apapun kita bisa membacanya melalui website maupun aplikasi Android. Jika melalui website, bisa klik link ini. Untuk mengunduh aplikasi bisa klik tautan aplikasi Let’s Read. Jika memilih bahasa Indonesia, maka Let’s Read tertulis ‘Ayo Membaca’ pada saat membuka aplikasi.

Apa Saja Keunggulan Let’s Read?

Tampilan atau interface dari website maupun aplikasi sungguh stabil dan menyenangkan. Warnanya juga tidak melelahkan mata. Dengan ikon gajah sedang membaca, sudah memberi kesan sendiri pada anak, bahwa membaca itu menyenangkan.

Let’s Read tersedia dalam berbagai bahasa, bahkan yang membuat saya terkesima adalah saat mencari bahasa Indonesia, ternyata di sana tersedia juga bahasa lokal daerah kita, seperti Bali, Jawa dan Sunda. Wah!

Selain pilihan bahasa, Let’s Read juga menyediakan pilihan level baca. Mungkin kita akan merasa kurang nyaman, atau anak-anak merasa tidak nyaman saat disuguhkan buku yang bertuliskan level bacanya. Namun dengan Let’s Read, kita bisa memilih level baca buku anak tanpa perlu anak tidak nyaman karena ia hanya ada pada mesin pencarian buku, bukan menempel pada bukunya.

Selain mencari berdasar level baca dan bahasa, Let’s Read juga menyediakan tag beberapa topik yang spesifik. Sejenis genre buku anak. Misalnya superhero, critical thinking, science, adventure, animals, art and musics, problem solving, nature, non-fiction, mighty girls, health, funny, folktales, community dan family & friendship.

Jika kita ingin menyimpan bukunya, bisa kita unduh dan cetak juga. Buku yang saya unduh dalam format .epub juga bisa saya pindahkan ke e-reader dan juga perangkat lainnya. Buku ini sifatnya legal, bukan membajak, karena sudah open source.

Ilustrasi dari setiap bukunya juga menarik, anak saya begitu tahu pilihan buku yang beragam dan banyak, langsung memilih beberapa untuk saya unduh saat itu dan kami baca.

Let’s Read menjadi lebih praktis karena anak saya tidak lagi bosan dengan bacaan yang monoton atau itu-itu saja. Apalagi di masa pandemi seperti ini, akses menuju perpustakaan juga tidak mudah. Maka, diam di rumah, sambil membaca melalui aplikasi let’s read adalah pilihan yang tepat dan menyenangkan.

Dengan ini, saya mengajak para orang tua untuk tetap bersemangat menyediakan buku bacaan bagi sang buah hatinya. Dengan membacakan buku dengan lantang dan menyenangkan, membuat diskusi melalui cerita serta ilustrasi pada aplikasi ini, menjadi pilihan tepat untuk menemani sang ananda di rumah.

The last, but not least!

Untuk membaca di laptop atau browser bisa ke https://bit.ly/WebLR
Jika ingin mengunduh aplikasi bisa ke tautan https://bit.ly/downloadLR3

Semoga bermanfaat. 🙂

1 thought on “Let’s Read : Penuhi Hak Anak Mendapatkan Bacaan yang Tepat dan Menyenangkan”

  1. hai. salam kenall
    nama kita mirip.
    kita ikut kompetisi yang sama.
    liat postinganmu yang rapi banget begini aku jadi makin semangat untuk latihan lebih banyak!!
    ayo berteman!!!
    btw, kamu bisa panggil aku ni’mah

Tinggalkan Balasan