Malam ini, saya ngetik khusus membahas lanjutan tema cinta. Kebetulan malam ini, setelah liqo, ada salah satu teman sedang diuji untuk tetap Istiqomah merawat ortu yang sedang sakit. Subhanallah.
Kembali ke topik cinta kepada ortu, jika hari ini kita masih tegak berdiri, artinya setiap darah dan seluruh DNA kita masih tersambung oleh darah dan DNA ortu kita. Maka, tanpa adanya mereka, mustahil kita bisa ada di dunia ini. Terutama ibu.
Dalam Islam, Rasulullah sudah menjelaskan dan menegaskan bahwa posisi ibu 3 kali disebut untuk kita hormati dan sayangi, setelah ayah. Bukan berarti kita harus membedakan keduanya, namun bentuk bakti kita pada ibu, serta kesungguhan kita dalam meminta ridho, lebih banyak kepada ibu karena telah melahirkan kita ke dunia.
Saya hanya ingin berbagi cerita malam ini, bahwa dekat dengan sosok ibu, ditentukan oleh kedekatan kita di masa kecil. Jika kita dekat dan merasakan hangatnya maka pasti hati kita bisa tertaut. Pun sebaliknya, jika tidak, maka akan sulit untuk menautkan ya di kemudian hari. Namun bukan berarti kita abai ya, tetap hormat dan patuh selama bukan diajak untuk kemaksiatan dan kemungkaran.
Kendati kedua ortu saya berpisah dari saya kecil, namun hingga detik ini saya tetap mendoakan keduanya. Walaupun ibu sudah berumah tangga, bapak juga sudah memiliki keluarga sendiri. Saya tetap mendoakan keduanya sebagai bentuk kewajiban. Walau kini ketaatan saya sudah berpindah, kepada suami, sebab yang mendidik serta bertanggung jawab atas kehidupan saya pasca akad nikah adalah suami, saya tetap berdoa kepada Allah untuk melindungi kedua ortu saya, kedua keluarganya dan juga tentu ortu dari suami (mertua).
Mencintai kedua orang tua, menurut saya, dengan tidak membuat mereka terbebani.
Saya masih ingat, sejak kecil, dididik oleh kakek nenek, bahwa sekolah yang rajin, fokus untuk mencari beasiswa agar lebih mudah mengakses pendidikan. Alhamdulillah motivasi saya sejalan dengan apa yang diharapkan kakek, saya belajar keras agar bisa mengakses pendidikan lebih baik dan tentunya sebagai motivasi pribadi, dari dalam, saya tak ingin jadi benalu atau membebani keluarga, maka saya harus mandiri dan belajar sekuat tenaga.
Maka, waktu SMA bisa bebas uang gedung, bebas SPP dan terus berusaha mengukir prestasi karena nilai saya bagus. Hingga kuliah pun, mendapatkan beasiswa sampai lulus.
Saat menikah, juga demikian. Sebisa mungkin saya dan suami tak memberatkan ortu, menikah modal sendiri dan apa adanya. Sederhana. Itulah bentuk rasa cinta kami pada ortu, selain memberikan sebagian rezeki untuk dikirimkan, juga mengirimkan doa setiap waktu, semoga Allah berikan kesehatan dan keberkahan hidup pada keduanya.
Saya sudah berdamai dengan kondisi emosi negatif yang dulu pernah mendera bahwa bapak saya sengaja membuang saya, tak peduli, tak menafkahi, abai, namun kini saya sudah menerima bahwa memang itulah yang terbaik. Jika tidak, mungkin tak akan ada Nikmah yang seperti hari ini.
Semua ada hikmahnya.
Alhamdulillah.