Setelah membaca materi pekan 1-4 IIP Matrikulasi Bogor dan NHW nya, semalam tiba di bagian materi ke-5 pembahasan masalah desain pembelajaran. Dipaparkan juga bagaimana seseorang mau belajar dan tidak mau (malas belajar). Saya menangkapnga sebagai “gaya belajar” individu yang ‘unik’ & berbeda beda.
Banyak yang tidak menyadari bahwa konsep bagaimana belajar cara belajar ini sangat berpengaruh. Padahal jika ia tau dan paham konsep dirinya bagaimana dalam belajar, disana akan muncul kekuatan seseorang (atau anak) yang kelak menghasilkan pemahaman yang optimal.
Learning how to learnย memang jarang diminati atau disadariย ๐ sebab kita sudah masuk di zaman teknologi yang semakin berpacu gila-gilaan.
Kebanyakan orang lebih menyukai hal atau sesuatu yang instan dan langsung menghasilkan,ย learning what the result.ย
Padahal result hanyalah output yang akan didapatkan yang sebanding dengan proses yang ditempuh, linier.
Namun kenapa masih banyak yang malas dan ogah ogahan belajar? Apalagi untuk mendeteksi bagaimana cara diri/anak dalam proses belajarnya?
Hal ini dimarenakan oleh faktor dari dalam diri dan dari luar.
Dari dalam diri yang dipaksa belajar sesuatu yang tidak disukainya. Misalnya orang memberikan banyak contoh tidak menyukai matematika. Bagi saya Matematika adalah konsep berpikir logis, seandainya persepsi awal saya terhadap matematika sudah malas dan takut maka saya pasti tidak suka. Maka sesuatu (mindset) itu harus diubah. Baru kemudian msuk ke desain belajarnya. Berbeda lagi dengan fokus. Dulu, walaupun saya suka matematika (dan fisika) sejatinya fokus saya ada pada dunia tulis menulis. Maka kadang beberapa guru jadi heran karena ‘narasi’ pengerjaan soal saya agak panjang, dioandang njelimet walaupun benar ๐ #pembawaandiri
Dari luar diri adalah berupa teknologi yang ada di genggamannya. Teknologi itu mempengaruhi pola pikir pengguna bahkan dalam level terendah sekalipun. Sehingga kebanyakan orang menginginkan sesuatu yang cepat, serba instan dan simple.
Dalam kehidupan sehari-hari juga begitu. Sifat tekun, sabar dan ulet saat ini hanya dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat. Acapkali benturan dan berbagai permasalahan di negeri ini dipandang pesimis oleh sebagian besar orang, apabila kita menjumpai aura negatif itu sebaiknya cepat cepatlah menghindar. Berkumpullah dengan manusia manusia optimis yang terus membangun peradaban.
Terutama sosok ibu. seperti kita ๐
Mungkin zaman konvensional sebagian besar ibu punya sifat keibuan ‘natural yang diturunkan’ yang terasah sempurna, oleh lingkungan yang masih ‘alami’.
Atau bisa jadi sebab segala keterbatasan zaman itu membuat sosok ibu berfikir lebih ‘kreatif’. Masih ingat saya zaman 98an waktu SD permainan yang ada tidak semewah dan secanggih zaman ini namun tetap saya bahagia untuk hal tersebut. Justru pada saat mulai marak video (gameboat -bener gak ๐) saya mulai resah sebab harus menabung jika ingin membelinya (mahal). Pernah saya membuat game sendiri dari potongan potongan kayu ๐ saking melaratnya wkwkwkwk
Lantas, ย Zaman ini bagaimana? muncullah berbagai trend >> emak emak sosialita, emak emak medsoccer, genk emak emak dan segala hal yang itu menunjukkan ‘sosok ibu’ jaman now. Bahkan dengan menggiurkan ‘digoreng’ oleh media yang mampu melalaikan emak emak akan tugas utamanya “mendidik anak” #selfreminder. Walaupun di sisi lain juga banyak hal yang positif dibangun, seperti komunitas ibu profesional ini yang menjadikan teknologi sebagai ‘perangkat’ pembangun moralitas.
Dari segi tools bagaimana?
Saya melihat ada berbagai macam modul instan dan serba wah tersaji sedemikian rupa di sekitar kita. ๐
Saya sendiri punya beberapa jurnal dari sisi istri (wife’s journal), sisi ibu (moms’s journal) hingga untuk anak sejak bayi juga punya (buku portofolio anak). Hehehehe..๐ apakah itu membantu? ya cukup membantu namun terkadang tidak terisi secara konsisten ๐ dan beberapa poin ada yang harus saya tambahkan sendiri.
Dari Materi 5 semalam yang saya baca, jelas bahwa disana kita harus menggali sesuatu yang akan kita fokuskan. Bukan serampangan membuat modul atau sembarangan memilih referensi. Jangan ditelan bulat bulat jika memperoleh sesuatu yang tidak jelas validasinya.
Lantas gaya belajar atau desain pembelajaran apakah yang akan saya terapkan?
Saya pribadi tetap mengacu pada visi misi keluarga, milestone dan jelas dari hasil talents mapping diri saya.
Fokus pada kekuatan dan bakat yang dominan.
Untuk anak bagaimanakah?
Tetap mengacu pada fitrah basic anak. Mengingat anak saya masih berusia dua tahun setengah maka ada banyak yang perlu diteliti.
Desain dan alur belajar untuk putra saya adalah sebagai berikut :
- Ciptakan kondisi semaangat belajar dan membaca buku di rumah. Tidak kami sediakan TV dan musik. Didalam rumah tersedian buku anak berkualitas yang mampu menarik dirinya untuk mau membaca.
- Kurikulum sesuai milestone anak.
- Mencatat segala perubahan yang ada pada diri anak, memberikan apresiasi padanya. Fokus pada kelebihan anak.
Kunci didalam rumah kami adalah membaca buku. Sebab tidak ada aktifitas lain yang sepadan dari aktifitas tersebut.
MENGAPA MEMBACA BUKU SEJAK KECIL ITU PENTING ???
Ada sebuah istilah untuk bayi (balita) yaitu “absorbent mind”.
Jadi kalo diibaratkan bentuk pemikiran anak kita seperti Spons. Si otak spons inilah yang akan menyerap informasi secara effortless ( artinya gak perlu usaha pun pasti masuk).
Dan si bayi atau anak ini, di bawah usia 3 tahun tidak memiliki conscious mind/kesadaran akan perbuatan (semuanya bawah sadar).
Nah, ketika besar nanti akan terbentuk dinding yang nyaris tak tertembus antara sadar (punya peran 10-20%) dan bawah sadar (80%, bermanifesasi jadi karakter, kebiasaan).
Di masa ini pula sinaps di otak tersambung ketika mendapat stimulasi (tentu kita harapkan stimulasi yang baik, tidak hanya visual, auditori, tapi juga kinestetik dan sensori).
Kesimpulannya adalah >> otak anak kita ketika fase saat ini (bayi) diibaratkan seperti spons, mudah menyerap informasi bawah sadar nya sekitar 80%. Hal itu bisa menjadi karakter dan kebiasaan anak ketika dewasa.. kebayang gak bund kalo dari sedari kecil anak-anak kita suka baca.
“Naah … kan anak kita masih orok. Belom bisa baca?” >>biasanya ada yang menimpali begitu ๐
Yaa orang tuanya dong yang bacain buku, anak awalnya pasti tertarik dengan gambarnya dulu.
Selain itu pilihan buku bacaan pun sangat penting dipilihkan orang tua. Jangan asal-asalan, kita kudu selektif juga memilih buku-buku yang bergizi buat anak .
Poin utama desain pembelajaran di keluarga kecil saya ada pada aktifitas membaca buku. Lantas bagaimana cara menurunkan aktifitas itu?
Kalau model belajar anak yang sudah TK atau SD pasti sudah nampak ya. Apalagi jika udah ada adik dan kakak (pasti nampak keunikan masing masing)๐๐
Kalau anak saya masih 2,5tahun acuannya pada poin milestone dan keunikan dirinya. Contoh, Syahid (anak saya) ini suka banget main air, masak dan beberes. Ternyata itu efek dari dia melihat apa yang dilakukan kami orangtuanya.
Sempat saya ‘memberikan larangan’ ke anak karena dia laki laki kenapa suka memasak? ๐ jawaban dari senior psikolog adalah ‘justru tidak masalah, sebab ia melihat abinya setiao hari memasak. Dan andaipun dia ke depannya tetap suka memasak tidak msalah sebab koki di resto dan hotel sekalipun banyak yang laki-laki. asalkan tetap sesui dengan fitrah dia sebagai anak laki-laki’.
Saya menghela nafas. Iya sih. Tapi tetap mengarahkan pada sesuatu yang sesuai gendernya.
Alhamdulillah di samping memasak, Syahid juga suka bertukang (mainannya martil, mobil dan sparepart ๐) dan akhir akhir ini dia menyukai robot transformer.
Untuk jangka panjangnya kelak rencana memasukkannya ke kuttab Al-Fatih. Namun masih melihat kondisi sebab suami berencana melanjutkan studi di luar negeri, nah ini bakal beda lagi rencana nanti. hihi..
Semoga Syahid menjadi anak yang tumbuh dan berkembang sesuai bakat, fitrah dan gembira terhadap sesuatu yang dia geluti di masa mendatang. Amiin
#matrikulasibatch5
#NHW5
#ibuprofesional
1 thought on “#NHW5- Matrik- Design Pembelajaran”