Halo semua, kali ini saya ingin membicarakan topik yang sudah melekat di keseharian. Yaitu tema lingkungan, serta kaitannya dengan diri sebagai perempuan.
Mungkin, banyak diantara kita yang merasa hidup hari ini sungguh mudah. Apapun bisa diakses melalui jempol tangan. Belanja online, membicarakan segala hal tanpa perlu bertatap muka langsung, segalanya terasa menyenangkan.
Namun, dibalik itu semua, kita juga mulai merasakan bahwa lingkungan semakin hari semakin susah ditebak dan membingungkan. Kadang cuaca di bulan tertentu seharusnya panas, menjadi hujan. Sekalinya hujan, menimbulkan bencana seperti banjir besar yang sulit dikendalikan. Sekalinya musim kemarau, banyak sekali sumber mata air yang lenyap dan gagal panen tak terelakkan. Belum lagi, jika berjalan ke luar rumah. Aneka polusi udara menyergap hidung kita, mulai dari asap kendaraan, asap orang membakar sampah di jalanan, hingga asap pabrik dan aneka industri yang tak mampu dicegah oleh lingkungan.
Pertanyaan pentingnya kini, lalu, kita bisa apa?
Fakta Kondisi Lingkungan Hari Ini
Sejak tahun 2018, saya dan keluarga cukup fokus hijrah dari yang awalnya hanya cukup buang sampah di tempat sampah, menjadi mengelola sampah semampunya. Bermula dari kesadaran diri untuk bijak mengkonsumsi plastik, akhirnya mulai terbuka pandangan mata untuk bijak dalam hal lainnya.
Ya. Plastik. Siapa hari ini yang tidak bersinggungan dengan plastik? Hampir dari bangun tidur hingga tidur lagi, kita dikelilingi dan menggunakan plastik. Intinya adalah, kita belum mampu menghindari 100% kemasan plastik. Namun, saya meyakini bahwa itu bisa dicegah jika kita memiliki kesadaran terhadap dampak jika kita tidak mengelolanya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia pada 2022 mencapai 19,45 juta ton. Angka tersebut menurun 37,52% dari 2021 yang sebanyak 31,13 juta ton. Walaupun berdasarkan jenisnya, mayoritas timbulan sampah nasional pada 2022 berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55% (organik), bukan berarti sampah plastik kita abaikan. Karena justru Indonesia menjadi negara nomor dua penghasil sampah plastik di dunia, dilihat dari data 2022 proporsinya 18,55%.
Bayangkan, itu data yang bisa dan baru mampu dimasukkan atau direkap oleh KLHK. Tentu saja, masih banyak data yang tidak terekap karena masyarakat kita masih mayoritas banyak yang membuang sampahnya sembarangan ke biosfer (baik dibakar, dihanyutkan ke sungai dan selokan, juga lautan, hingga yang dibuang di semak-semak jalanan).

Akibat dari Ketidakpedulian Lingkungan
Kalau bicara akibat, mungkin ada yang langsung kita rasakan, ada juga yang tidak langsung kita rasakan atau tidak kita sadari.
Secara langsung, ketika melewati tumpukan sampah yang berserak, tentu rasanya tidak nyaman. Namun, dampak secara tidak langsungnya justru dirasakan secara global hingga kedalam tubuh kita sebagai manusia. Mulai dari kekurangan udara segar yang itu mempengaruhi struktur sistem pernapasan kita, penyakit degeneratif yang hari ini semakin cepat melesak kedalam tubuh, seperti penuaan dini, inflamasi hingga akibat dari gaya hidup yang tidak sehat. Juga kondisi pencernaan yang menentukan kesehatan secara holistik, ikan-ikan yang tercemar, sayuran dan buah yang mengandung bahan beracun. Karena jika kita membicarakan lingkungan, sampai di tingkat pencernaan pun kita sudah ‘dilalaikan’ oleh banyak hal. Betapa hari ini pola makan manusia modern semakin jauh dari fitrah alaminya. Belum lagi jika membicarakan dampak lain dari emisi karbon.

Emisi Karbon dan Dampaknya
Emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon, seperti CO2, solar, LPG, dan bahan bakar lainnya. Dalam arti sederhana, emisi karbon adalah pelepasan karbon ke atmosfer. Emisi karbon menjadi kontributor perubahan iklim bersama dengan emisi gas rumah kaca.
Jika ngobrolin karbon, bukan sekadar polusi kendaraan atau industri. Justru dari timbulan sampah yang tercampur-aduk serta aneka logam hingga material yang tidak terpilah itulah sumber yang sangat besar dari emisi karbon terutama emisi gas rumah kaca. Bisa kita rasakan hari ini, suhu bumi semakin meningkat, iklim kacau balau, kondisi lingkungan secara lokal juga kurang nyaman karena perbedaan antara siang dan malam tak bisa lagi kita rasakan.
Jika dulu, malam hari sungguh nyaman sejuk, kemudian pagi hari napas terasa nyaman menghirup embun, hari ini justru panas menyeruak bahkan tak ada sejuk-sejuknya kecuali jika rumah kita dikelilingi oleh pohon dan tanaman hijau yang nyata. Maka, kondisi bumi hari ini sejatinya tidaklah baik-baik saja. Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk berupaya mengembalikan kesejukan dan kenyamanan bumi hari ini?
Hal Sederhana yang Saya Lakukan
Sebagai seorang wanita, perempuan sekaligus istri dan mengemban amanah menjadi ibu, saya percaya apa yang saya lakukan sekecil apapun, memiliki dampak pada lingkungan. Sesederhana ketika saya memilih bahan makanan, mengelolanya, hingga mengolah sisa konsumsi atau sampahnya. Juga ketika memilih pakaian, hingga skincare yang setiap hari saya gunakan. Karena saya mulai menyadari ada kaitan antara tubuh sebagai manusia dengan lingkungan sebagai penyedia sumber energi, jika lingkungan sehat maka tubuh saya, sehat.

Tubuh manusia diciptakan untuk hidup berdampingan dengan alam, selaras alam. Ada kalanya musim semi, subur, ada kalanya paceklik. Para bakteri dalam tubuh juga menyesuaikan itu. Maka, apabila kita menjaga lingkungan, sejatinya kita juga menjaga tubuh kita dikarenakan bakteri didalam tubuh juga selaras hidupnya dengan lingkungan sekitar kita. Jika banyak patogennya, maka, hal pertama yang perlu kita kroscek sebenarnya adalah apa yang kita konsumsi dan kita lakukan untuk lingkungan.
Apa saja yang saya lakukan untuk menjaga keselarasan hidup bersama alam?

Berikut ini, hal-hal yang saya lakukan sejak 2018 hingga kini. Mudah-mudahan terus konsisten dan semakin menimbulkan kesadaran, sehingga dengan kesadaran itu saya mampu memiliki kesabaran dalam mengupayakan hidup ramah alam.
- Menggunakan Pembalut Re-useable
Saya menggunakan menspad sekitar lima tahun-an lebih ini, bukan karena sedang nge-tren kala itu. Melainkan saya sadar bahwa kesehatan wanita juga penting dijaga (di luar menjaga kesehatan lingkungan). Dengan menggunakan menspad, saya terhindar dari bahan pemutih, plastik, yang konon menjadi pemicu buruknya kesehatan wanita. - Popok Clodi
Saya menggunakan clodi atau popok kain untuk anak saya bahkan ketika anak baru lahir. Walau tidak mudah saat mengimplementasikannya, ada kalanya juga saat clodi habis di musim penghujan, saya terpaksa membeli popok sekali pakai (pospak), namun tetap saya kelola sampah bekas pup dan pipisnya. Mengapa begitu konsisten menggunakan clodi, bukan karena hemat semata, melainkan ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak buruk pospak, mulai dari sulitnya didaur ulang, dampak jika tercampur ke lingkungan, hingga bahan kimia yang menyertainya (kasusnya mirip pembalut). - Belanja Tanpa Plastik
Saya terbiasa membawa tas kantong kemanapun pergi, sebisa mungkin belanja makanan pun membawa kotak makan atau botol minuman sendiri. Bahkan ketika hari raya atau ada tamu, tidak kami sediakan air minum dalam kemasan, karena kami sadar, itu menambah beban pengelolaan. - Masak Makanan dari Rumah (Hindari Food Waste)
Dengan memasak makanan di rumah secara mandiri, bukan hanya sekadar menghemat pengeluaran, melainkan juga banyak manfaat dari sisi kesehatan. Karena di rumah juga sudah menghindari alat masak toksik seperti anti lengket, maka bahan makanan yang sudah terjaga itupun bersentuhan dengan peralatan sehat yang mempengaruhi kesehatan jangka panjang penghuni rumah. Selain itu, menghindari food waste atau sampah sisa makanan, baik dari bahan makanan hingga makanan yang tersaji matang. - Menggunakan Bahan Natural.
Sudah lima tahun lebih, saya tidak berbelanja detergen karena semua natural cleanser didapat dari sisa makanan (membuat eco enzyme), adapun untuk mencuci pakaian, menggunakan sabun lerak (dari rendaman buah lerak). Jika ngobrolin eco enzyme, manfaatnya sungguh banyak, sepertinya perlu pembahasan khusus di artikel post blog tersendiri. - Tidak Membeli Pakaian Baru.
Ini berlaku pula pada anak, ketika masih mampu menggunakan pakaian bekas, lungsuran, itu kami optimalkan. Jika memang sudah tidak bisa, maka membeli menjadi alternatif terakhir. Karena bicara membeli, bukan sekadar mampu beli, melainkan perlu melihat apakah sumber daya terbaru juga perlu dibawa kedalam rumah jika masih ada alternatif lainnya (meminjam, barter, beli bekas). - Membeli Barang Bekas.
Termasuk membeli barang bekas, bahkan ketika anak yang bayi membutuhkan sesuatu barang, saya lebih banyak menyewa dan meminjam. Karena memang pertumbuhannya cepat sekali, maka membeli yang baru-baru sebisa mungkin saya hindari. - Memilah Sampah dan Mengolahnya.
Setidaknya dari awal 2018 saya memilah sampah sebanyak 3 jenis, kemudian kini sudah beranjak menjadi 20-an lebih jenis. Ini tentu perlu proses, waktu, dan kerjasama bersama anggota keluarga. - Decluttering File Digital Rutin Sepekan Sekali.
Sampah digital seringkali tidak disadari, namun ternyata memiliki dampak cukup tinggi jika kita mau membaca data-datanya. Maka, saya punya kebiasaan sepekan sekali untuk mensortir dan mengurangi file digital dari semua perangkat gadget yang ada di rumah. - Menggunakan bahan natural.
Termasuk skincare dan obat-obatan. Itulah mengapa di rumah juga kami sediakan kebun khusus di balkon, selain menyediakan sumber pangan, juga sebagai sumber pengobatan. Karena saya percaya, apa yang dihadirkan di alam, itu semua untuk kebaikan tubuh kita. Menanam tanaman herbal, rimpang, hingga bunga-bungaan yang bisa diseduh, diminum dan dimakan. Menjadi remedy atau pengobatan alami tersendiri. - Mendesain rumah ramah alam.
Ini memang cita-cita sejak sebelum memiliki rumah, belajar berbagai ilmu pengetahuan mendesain rumah yang ramah lingkungan. Terealisasi perlahan-lahan per tahun 2020 lalu, saya bersama suami membangun rumah tumbuh secara bertahap dan membuatnya agar selaras alam. Mulai dengan meresapkan grey water (karena aman tidak menggunakan bahan beracun), menabung air hujan, membuat lubang biopori di aneka sudut dan selokan, hingga berkebun dan beternak skala rumahan. Selengkapnya pernah ditayangkan di SEA TODAY ini.

Beberapa postingan terkait upaya yang saya lakukan, saya simpan di panduan instagram ini.

Nah, itulah upaya saya untuk #BersamaBergerakBerdaya sebagai wanita. Mudah-mudahan memberikan dampak baikĀ #UntukmuBumiku yang memang cuma satu, the one and only. Kalau saja diberi kesempatan untuk membuat sebuah kebijakan untuk mengurangi mitigasi risiko perubahan iklim, saya ingin menggalakkan dua hal saja. Yaitu mandiri pangan dengan berkebun kecil-kecilan di setiap hunian rumah (menyediakan alat dan bahan, termasuk memberikan beberapa ekor ayam untuk dijadikan komposter alami dari food waste), juga mandiri kelola sampah dan energi (dengan memilah dan mengolah serta membuat gerakan menabung air dan hidup hemat listrik). Karena perubahan iklim lambat laun sudah kita rasakan dampaknya, maka, mencegahnya tentu perlu komunitas dan gerakan yang serempak bisa dilakukan bersama-sama.
Semoga banyak dari diri kita yang menyadari bahwa sekecil upaya apapun itu, sesederhana apapun itu, sejatinya memberikan dampak pada bumi ini.
Kalau #BersamaBergerakBerdaya versi kalian apa nih? Boleh dong tulis di kolom komentar ya!
Referensi
- Data dari KLHK : https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
- Data timbulan sampah dari Kompasiana : https://www.kompasiana.com/nissaseptia3894/63b442047767e451ba0e13b2/fakta-sampah-plastik-di-negara-indonesia
- Data penguat dari blog pribadi : https://khoirunnikmah.com/hidup-zero-waste-dari-rumah-mampu-kurangi-emisi-gas-rumah-kaca/
- Data file digital carbon emission : https://www.myclimate.org/information/faq/faq-detail/what-is-a-digital-carbon-footprint/
- Data pospak : https://www.jawapos.com/surabaya-raya/01407874/ingatkan-bahaya-limbah-pospak-bagi-lingkungan-dan-kesehatan