DAILY PARENTING RUMAH TUMBUH

Rumah Tumbuh dan Keluarga Tanpa Televisi

Halo, hari ini aku hanya ingin cerita tentang rumah dan keseharian yang menurutku berdampak buat pribadi dan keluarga. Yaitu rumah tanpa TV. Sejak kecil aku memang tak punya TV di rumah, sampai sekarang ini.

Sebenarnya bukan masalah TV atau hiburannya semata, tapi ada hal yang memang bikin aku dan suami kompak tidak membeli televisi walaupun memiliki kemampuan untuk membelinya.

Masa Kecil Tanpa TV

Dulu, aku dibesarkan di rumah yang tidak memiliki TV. Hari-hariku ada radio sebagai hiburan tapi aku tidak bisa seenaknya menggunakan. Karena radio itupun tidak membuatku nyaman, lebih banyak dipakai oleh tanteku juga (adik bungsu ibu).

Maka, hiburan utamaku sebenarnya buku dan Alqur’an. Entah kenapa, aku menjadi lebih tenang dengan keduanya. Bahkan pernah suatu ketika ibu membelikan TV hitam-putih akan tetapi kemudian dijual karena membuat lalai dalam menunaikan ibadah (menunda-nunda solat dst.)

Saat menikah pun jadinya terbiasa, apalagi awal pindah ke Bogor aku hanya membawa koper berisi pakaian dan beberapa buku saja. Bahkan barang untuk keperluan sehari-hari, suami meminjam sejenak ke asrama seperti meja kerja, lemari pakaian. Alhamdulillah ada hadiah dari teman-teman suami di IPB seperti kulkas, kompor gas yang bisa digunakan keperluan keseharian. Intinya, minim barang dan elektronik. Dan saat itu pula, aku tidak memiliki laptop, kalaupun suami bekerja, misalnya aku ingin mengetik, aku pergi ke perpustakaan IPB untuk menumpang ngetik (di komputer).

Menginjak 9 tahun pernikahan, jika dihitung dari akad nikah (2014-2023) ini rasanya memang nyaman tanpa TV.

Manfaat Hidup Tanpa TV di Rumah

Kalau boleh dituliskan, hal-hal yang aku rasakan tanpa televisi setiap hari adalah :

  1. Merasa biasa aja, karena memang sejak kecil sudah terbiasa tanpanya. Tapi, setelah menikah, jadinya semakin penuh berkesadaran bahwa tanpa saluran TV, hidupku baik-baik saja.
  2. Lebih banyak waktu yang diisi dengan aktifitas fisik bersama anak-anak dan suami di rumah. Hal ini akan jarang terjadi kalau semua orang menghadap layar TV.
  3. Lebih mindful eating, karena kalau makan ya fokus ke makanan, bukan layar.
  4. Tidak mudah terpengaruh iklan yang biasanya bertebaran dalam layar kaca. Sehingga tidak merasa FOMO.
  5. Walau demikian, PRnya masih ada di gadget lain, seperti smart phone. Akan tetapi smart phone hanya menjadi fasilitas pendukung pekerjaan.
  6. Anak-anak jadi lebih banyak berinteraksi secara fisik dengan benda konkret seperti buku-buku dan mainannya.
  7. Buatku pribadi, lebih mudah mengatur waktu tanpa distraksi TV. Terutama family time bersama suami dan anak-anak secara intim.
  8. Bermanfaat untuk kesehatan, setidaknya mengurangi paparan gelombang elektromagnetik. Di rumah juga berusaha memiliki peralatan elektronik seminimal mungkin.

Dan setelah aku renungi, bahkan kemarin aku baru dapat ibrahnya berupa kesehatan fisik, hidup tanpa TV ternyata berkaitan dengan EMF juga.

EMF

Apa itu EMF?

ElectroMagnetic Field (EMF) adalah area muatan listrik yang bergerak, kalau di pelajaran fisika namanya GGL (gaya gerak listrik).

Beberapa EMF, terutama yang melibatkan radiasi pengion, ini bisa berbahaya. Walau enggak bisa menutup mata juga, paparan EMF terjadi setiap hari, karena medan hampir ada di mana-mana.

Medan ini dapat berasal dari sumber alami, seperti badai petir, pas lagi hujan misalnya. Aatau dapat diproduksi, seperti gelombang radio, gelombang mikro, dan sinar-X.

EMF punya spektrum, dan lokasi medan pada spektrumnya bergantung pada panjang gelombang dan frekuensinya. Yang aku tau, setidaknya ada dua jenis EMF. Yang satu memiliki kapasitas untuk memutuskan ikatan kimia dan yang satunya lagi, tidak.

Jenisnya adalah Ionizing dan Non-Ionizing.

Kalau yang ionizing, ia memiliki frekuensi yang lebih tinggi dan panjang gelombang yang lebih pendek. Energi dari jenis radiasi ionizing ini bisa melenyapkan elektron dari atom, termasuk elektron yang terdiri dari air dan jaringan hidup. Kayak manusia, ion negatif kita bisa habis kalau terpapar EMF jenis Ionizing ini sebabnya ia bisa memutuskan ikatan kimia.

Contoh ion jenis ini adalah sinar gamma dan sinar-X.

Kalau yang Non-Ionizing, ia memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dan frekuensi yang lebih rendah. Mereka tidak dapat memutuskan ikatan kimia. Biasanya bersumber dari radiasi frekuensi radio, seperti pada banyak perangkat komunikasi, gelombang mikro, radiasi ultraviolet, di lampu dst. Tapi walau demikian, tetap ada GGLnya ya.

Dalam tubuh kita sebagai manusia, radiasi pengion dosis tinggi yang terpapar atau memaparkan kedalam tubuh, dapat mendorong atom tidak stabil-yang biasa disebut radikal bebas. Inilah yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Jadi mudah lelah, keriput, jompo, melemahkan badan.

Jadi, mengurangi paparan gelombang elektromagnetik sejatinya upaya menyehatkan badan kita.

Mengurangi Sedentary Lifestyle

Alias kaum rebahan ya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan sedentary lifestyle sebagai gaya hidup yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur dengan karakteristik keluaran kalori yang sangat sedikit. Alias mager. Kayak berbaring, duduk, membaca, menonton TV, dan bekerja di depan komputer.

Nah, kalau yang disoroti kapan lalu, di bagian menonton TV karena berkaitan dengan EMF tadi. Juga aktivitas di depan komputer (tanpa jeda, tanpa kena sinar matahari, kurang gerak fisik).

Untuk klasifikasi level sedentary lifestyle ini biasanya dibagi jadi tiga, ini berdasarkan durasi waktu, yakni :

a.    Level rendah, dalam durasi kurang dari 2 jam.

b.    Level menengah, dalam durasi 2- 5 jam.

c.     Level tinggi, dalam durasi lebih dari 5 jam.

Artinya, kalau di duduk di depan TV lebih dari 5 jam, sudah terpapar berapa banyak EMF dan kurangnya aktivitas fisik pembakar kalori. Jadi, jangan heran kalau enggak ngapa-ngapain, misal duduk aja tapi rasanya lelah tak terkira. Bisa jadi karena lifestyle ini.

Wallahu’alam. Mudah-mudahan ada manfaatnya.

Tinggalkan Balasan