“Hai, siapa diantara kita yang akan menikah duluan hayoo..” teriak teman-teman asrama kala itu.
“Naraaaaa.. hahahahaha”
Semua orang menunjuk padaku, aku melongo. Hah? Maksudnya apa. Membahas pernikahan di masa awal perkuliahan seolah tabu bagiku. Apalagi aku memiliki trauma masa kecil dimana ayah selalu bersikap kasar pada ibuku sehingga mereka bercerai. Argh, membayangkannya saja sudah ngeri.
“Hei ! kenapa selalu aku? Kalian aja cobaaa” kataku, tidak terima.
“Iya, Nara suka nggak nyambung sih kalau diajak membahas pernikahan, biasanya kalau nggak nyambung gitu pertanda yang akan duluan. Hahahahahha..” mereka tergelak lagi, tertawa di tengah kebingunganku malam itu.
Akhirnya kupindahkan semua kertas kalkir gambarku dan beberapa penggaris berbagai model. Malam itu buyar sudah segala rencanaku untuk menuntaskan tugas gambar teknik di ruang tengah asrama.
Kukerjapkan mata yang tidak mengantuk itu, aku heran kenapa bisa aku tidak nyambung setiap kali mereka berbicara tentang masa depan dalam hal pernikahan. Entahlah, aku sendiri masih pusing memikirkan tugas gambarku. Tugas rencana garis, kupikir dulu dengan gagahnya dan bangga membawa tabung gambar kemana-mana. Kenyataannya justru tabung ini bebannya sangat berat, beban psikis. Apalagi dosenku sangat paham mana gambar yang serius dan tidak, semuanya manual. Dimana beberapa teman angkatan menggunakan software untuk menggambar lambung kapal sesuai perhitungannya, diriku justru harus melakukannya manual sesuai arahan dosen pembimbing. Argh ! lima semester lagi terasa lama, batinku. Dan akupun membenamkan diri dibawah bantal. Tertidur.
2010
Dalam keheningan malam aku mencoba membuat blog, sambil terus afirmasi diri bahwa aku juga pasti bisa lulus dari ujian akademik di kampus. Blog aadalah salah satu upaya mengeluarkan uneg-uneg dari dalam. Setidaknya dengan menulis blog aku bisa sedikit lega ‘curhat’ dengan diri sendiri. Hihi..
Semua temanku mulai sibuk berorganisasi, pun diri ini tak ketinggalan untuk bergabung di himpunan, lembaga dakwah jurusan dan fakultas. Hingga pada akhirnya kami bisa lulus dari kampus perjuangan ini.
“Nara, kapan kamu merencakan pernikahan?”kata Pak Supano salah satu pembimbing kerja praktekku.
Argh, lagi-lagi pertanyaan klasik ini bermunculan. Di awal dan di akhir semester, gumamku. Aku hanya membalas beliau dengan senyuman tipis. Takut salah menjawab. Lebih baik aku diam.
Jodoh, pekerjaan dan apapun itu memang harus diperjuangkan. Tidak bisa kita menerimanya tanpa ikhtiar apapun, Nara. Tetiba aku teringat kalimat dari guru fisikaku di SMP.
Sebaiknya aku memetakan impianku, kalaupun aku menikah dan memang berjumpa dengan jodoh yang baik bagaimanapun caranya pasti akan bertemu. Tak perlu galau, focus saja pada masa sekarang.
“Rin, kamu beres kuliah punya rencana apa” tanyaku pada Rinda teman sekamarku. Rinda adalah mahasiswi jurusan teknik sipil.
“Aku ingin bekerja, karena keluargaku membutuhkanku. Aku punya impian bekerja di dinas pekerja umum, bisa jalan-jalan dan bebas berkeliling Indonesia dan mancanegara.” Ujarnya.
Aku mengangguk-angguk. Sedangkan diriku saat itu masih memikirkan permasalahan akademik yang memusingkan. Hampir aku berputus asa, namun aku yakin bisa melewatinya.
Akupun tetap rutin menulis di blog, di sela-sela kesibukan kuliah dan tugas besar.
Sementara temanku, Riya mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi ahli di bidang Naval Architect atau teknik perkapalan. Takjub akan segala cita-citanya, aku menyadari bahwa suatu saat kita akan mampu mewujudkannya.
Kita?
Hahahaha, aku sendiri masih memilih opsi setelah lulus bisa lanjut S2 dan seterusnya. Masih blank tepatnya.
Akhirnya jalan takdir sesuai ikhtiar kami pun berbicara. Kini Rinda dan Riya berada pada posisi sesuai impiannya. Rinda bekerja di dinas P,U dan Riya kini ada di UK melajutkan studi S3 di bidang naval architect.
Diriku?
Alhamdulillah sudah menikah dan memiliki satu putra. Selanjutnya aku akan mengejar impian yan tertinggal, yakni S2.
Suatu hari aku teringat momen itu, dimana kami dikumpulkan di forum pembinaan motivasi dalam satu lingkaran.
“Apapun profesi, jabatan dan kedudukan kita. Tetap ingatlah tujuan akhir dari semua itu.” Kata mentor kami.
Kami terdiam. Hening.
“Tujuan akhir itu tidak lain adalah liang lahat. Mau diingat sebagai orang seperti apakah kamu semua? Kamu sendirilah yang akan mengukirnya.” Lanjutnya. Dan akhirnya kami sepakat bahwa dimanapun kami berada kelak, jalinan persaudaraan akan tetap terjaga.
Ingat, selalu ingat kalimat terakhir mentor kita, “Mau diingat seperti apakah nanti?”
Akupun tersenyum, dan benar bahwa kini kami berbeda-beda haluan. Tetapi tetap dengan tujuan yang sama. Hidup ini hanya membutuhkan sedikit kesabaran, sedikit ujian, sedikit ilmu dan sedikit rasa bijak. Bijak dalam memandang semuanya.
“Nara, anakmu lucu… barokalloh yaa..”
Aku tersenyum J terimakasih kalian telah mewarnai kehidupanku. Semoga kita sukses dunia dan akhirat, amiin.
—
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog FLP.
Mantaaab.. keep up the good work!!
maturnuwun mas mbenk sudah mampir hehehehe