Setiap perubahan membutuhkan usaha, baik perubahan ke arah yang lebih baik maupun lebih buruk. keduanya membutuhkan usaha yang sama, minimal energinya, frekuensinya.
Sama seperti usaha dagang. Jika yang dikejar hanya omset semata maka kita akan lelah, capek, gelisah. Namun dengan ikhtiar yang paripurna, meminta keridhoan-Nya maka bagaimanapun hasilnya kita akan tetap legowo.
Perubahan apapun membutuhkan tindakan, tindakan ini berasal dari sebuah keyakinan ide, ide bermula dari pikiran yang kuat, pikiran yang kuat terbentuk dari pikiran yang terus melintas. Oleh sebab itu, menjaga pikiran ini sangat penting.
Teringat ketika diri ini bertekad untuk bisa kuliah. sebab keterbatasan biaya menjadi momok menakutkan kala itu. Namun keyakinan itu terus terlintas berulang, sebagaimana sama seperti sebelumnya. Saat SD seolah-olah tidak lanjut SMP (walaupun NEM tinggi), namun modal jual anting-anting (1gram) dan hutang tetangga akhirnya bisa sekolah. Kata alm. kakek “Nduk, sing penting pinter sik, perkoro biaya Mbah iso ngusahakno (terpenting pintar -jadilah pintar disana- masalah biaya bisa kakek usahakan)”.
Daftar SMP tanpa didampingi siapapun, waktu itu kulihat begitu banyak siswa antri pendaftaran diantar orangtuanya, bahkan ada yang ayah ibunya mengantar dengan penuh rasa cemas-takut nilai anaknya gak masuk- juga beberapa nampak mengendarai mobil mewah. Maklum sekolah SMP favorit memang begitu. lantas bagaimana dengan diriku? cuek aja, terpenting aku bisa masuk dulu.
Ternyata tidak seperti yang kubayangkan, uangku kurang. Terpaksa pulang lagi meminta tambahan uang (dengan berhutang) ke tetangga. Setelah diterima disana (nilai masuk kategori atas-aman) rasanya aku mulai berjuang lebih lagi. aku butuh perubahan, aku gakmau bernasib sama seperti keluargaku yang miskin. Tekadku.
saat kelulusan SMP, dilema itu berulang. Kakekku telah wafat tepat awal mula aku ujian nasional, sedih. Sudah tidak ada lagi orang yang selama ini memberiku semangat sekolah tinggi. Kakekku (walaupun pekerjaannya hanya tukang labur- buruh cat tembok gamping) selalu membuatku yakin bahwa rezeki sudah Allah tetapkan dan cukupkan selama kita percaya pada Allah saja.
semua sahabatku masuk ke SMA favorit di kota, mereka ada yang kos, ada juga yang pulang-pergi. Sementara aku mendaftar di SMA kecamatan sebelah yang masih masuk 3 besar sekolah terbaik di kabupaten. Bukan tidak mensyukuri, namun aku kehilangan beberapa teman terbaik yang melanjutkan di SMA favorit.
masuk ke SMA, bermodal ijazah yang hampir sempurna (10) aku dibebaskan oleh kepala sekolah dari membayar SPP bulanan hingga lulus. dengan syarat aku harus tetap berprestasi, maka jangan heran waktu itu aku seolah membalas dendam, berusaha menjadi juara 1 di kelas setiap semester, mengikuti ekstra kurikuler dengan semangat, mencoba ikut test olympiade matematika, ikut jadi jurnalis sekolah dll. Kalap. Alhamdulillah Allah berikan nilai-nilai terbaik waktu itu, lancar. Bahkan masih kuingat, ketika semua anak remidi fisika (kelas 2ipa) hanya aku sendiri yang tidak remidi dengan nilai 95 sempurna, padahal tidak les privat ke guru itu. Semua itu atas karunia Allah.
masuk PTN juga demikian, setiap tetangga tidak mengira diriku bisa kuliah. bayangan kuliah yang memakan biaya puluhan juta -jangankan di Surabaya kota besar, di jember/malang pun mahal minta ampun- namun semua bisa teratasi atas izin Allah.
Setiap perubahan memang butuh tekad dan keyakinan yang mantap. Kini, aku pribadi bertekad untuk bisa kembali studi master. Semoga dengan keinginan kuat itu kembali teraih bersama suami, memiliki anak pun bukan halangan untuk tidak lanjut studi.
Semangat!
InsyaaAllah LANJUT S2.